11 May 2015

Princess - 02 (Final Fantasy IX)

Princess (Chapter 02)

Final Fantasy IX Original Story © Square Soft / Square Enix

Story Fiction © Fariz Azmi


 
Malam itu cukup meriah, sebuah pembuka acara pesta dengan iringan musik teater orkestra  Lindblum sangat indah, merdu suaranya dapat memberi semangat kepada para penonton yang sedang melihat. Sorak-sorak dan tepuk tangan penonton juga ikut menghiasi dalam acara itu.

Seseorang dari balik panggung terlihat keluar, Baku, dengan sebuah kostum ala seorang raja berjalan ke tengah panggung drama yang sudah dihiasi sedemikian rupa sehingga terlihat seperti sebuah istana. Para penonton pun bertepuk tangan dengan sangat meriah.

"Para penonton yang saya banggakan!" suaranya terdengar jelas dari panggung drama yang cukup luas itu, para penonton menghentikan tepuk tangannya secara serentak. Sebuah keheningan tercipta untuk beberapa saat.

"Drama kali ini adalah sebuah cerita yang terjadi dahulu kala," Baku memberi napas pada kalimat yang akan ia lanjutkan, "Pahlawan kita, Putri Cornelia, dipisahkan dari kekasih tercintanya, Marcus," ia memandang ke seluruh sudut penonton yang tertuju padanya, "Cornelia, ia berniat untuk kabur dari kastil, namun ia tertangkap oleh ayahnya, Raja Leo," Baku berjalan ke sudut panggung drama, lampu sorot ikut mengikutinya, "Ketika cerita dimulai, Marcus telah mendengar kabar ini, menentang sang raja hanya untuk bertemu dengan kekasih tercintanya, Cornelia." Dia menghentikan kalimatnya, berjalan kembali tengah panggung.

Baku menatap kearah Ratu yang duduk di singgasana yang berada diatas, "Dan sekarang, Yang Mulia, Ratu Brahne, dan Putri Garnet..." Baku kembali menatap kearah penonton sebelum melanjutkan, "...bangsawan dan tuan-tuan sekalian, serta penonton yang berada di atap, Tantalus sangat bangga mempersembahkan 'I Want To Be Your Canary'!" iringan musik orkestra kembali di mulai, penonton kembali bersorak dengan pembuka itu.

---

Di belakang panggung, terlihat tiga orang, mereka adalah Zidane, Blank, dan Cinna yang sedang bersiap-siap untuk giliran mereka di panggung drama, mereka semua terlihat sangat bersemangat dibalik rencana mereka untuk menculik Putri Garnet.

"Kehilangan Ayah dan Ibu! Marcus! Kau bahkan kehilangan orang yang sangat kau cintai! Betapa malangnya dirimu!" suara Blank terdengar sangat meyakinkan bahkan untuk drama palsu ini, ia berdiri.

"Untuk apa engkau harus mengakhiri hidupmu dengan cara seperti ini?" Cinna melengkapi kalimat Blank barusan, ia pun juga ikut berdiri sambil mengeluarkan pedang yang ia bawa.

"Demi teman kita disana... Mari kita mengubur pedang kita di dalam jantung Raja Leo!" Zidane memberi semangat kepada mereka, berdiri dan berlari menuju panggung drama yang sangat indah itu.

"Aye!" Cinna dan Blank berteriak semangat sebelum menuju panggung itu.

Gemerlap cahaya menyinari mereka yang baru saja tiba di panggung, bergabung dengan Marcus yang sudah berada disana, berdiri di depan Raja Leo yang sedang murka terhadap mereka. Permainan pedang mereka terdengar sangat meyakinkan, beberapa orang prajurit juga ikut bertarung disana bersama Raja Leo, tak satupun dari mereka yang lengah dengan hunusan pedang masing-masing orang itu.

"Kita tidak boleh menyerah! Kita akan memenangkan pertarungan ini!" Blank berteriak di tengah ayunan pedangnya terhadap seorang prajurit di depannya, namun dengan mudah dihindari olehnya.

"Berdoalah terhadap pedangmu! Para penjahat ini harus kita bunuh!" Marcus pun berteriak dalam ayunan pedangnya, mundur dua langkah untuk menangkis serangan prajurit.

"Ya! Karena aku juga telah kehilangan seorang saudara, karena iblis ini!" Cinna menambahkan.

"Kau tidak akan bisa membunuhku!" Raja Leo berteriak kepada mereka bertiga yang sebelumnya mundur, "Berani-beraninya kau ingin membunuhku, seorang raja!" ia maju beberapa langkah, maju bersiap untuk menghunuskan pedangnya, "Semua yang menghalangiku akan kuhancurkan!" serangan itu ditepis oleh Zidane yang juga mengayunkan pedangnya sebagai pertahanan.

"Perjuangan teman-temanku tidak akan kubiarkan sia-sia karenamu! Karena aku akan mengajarimu dengan sebuah luka yang tidak dapat kau sembuhkan untuk selamanya!" Zidane manju, menepis ayunan pedang Raja Leo yang dilancarkannya, pertarungan itu sangat sengit.

Namun, pertarungan itu berhasil dimenangkan oleh Marcus yang dibantu oleh ketiga temannya. Raja Leo, ia terluka dan melarikan diri, Zidane pun berniat mengejarnya karena ia rasa ia bisa membunuh Raja Leo yang terluka seperti itu, namun setelah beberapa langkah berlari, Blank tiba-tiba menghalangi jalannya.

"Jangan menghalangiku, Blank!" Zidane berteriak dihadapan Blank yang menghalangi jalannya.

"Pikirkan lagi, Zidane! Jika Pangeran Schneider menikah dengan Putri Cornelia, sebuah perdamaian akan terjadi dikedua belah kerajaan!" sebuah ucapan yang sangat masuk akal, namun Zidane tidak menyetujuinya.

"Kebodohan ini! Jika semua itu begitu mudah, mengapa, tak akan ada lagi yang menderita di dunia ini!" Zidane menghunus pedang kearah Blank, namun ia menghindari. Sebuah pertarungan terjadi, drama ini berjalan begitu lancar sesuai rencana mereka. Tidak sampai disana, mereka berdua bertarung hingga di ujung panggung, semua penonton yang berada disana berteriak kagum terhadap Zidane dan Blank karena permainan pedang mereka yang sangat mengagumkan. Namun tak mereka sadari, ternyata mereka bertarung hanya untuk melewati para penonton dan pergi ke kastil. Sesuai rencana mereka.

---

Mereka memasuki sebuah ruang di kastil itu, dua orang prajurit Alexandria ada disitu, dengan cepat Zidane dan Blank menghajar mereka berdua, prajurit itu pingsan.

"Dengan ini kita akan dengan mudah menyelinap di dalam kastil ini!" Blank mulai mencopot armor yang prajurit itu kenakan, begitu juga Zidane.

Tak beberapa lama, mereka berdua sudah memakai armor prajurit Alexandria, jadi tak satupun akan mencurigainya.

"Helm ini, berbau busuk!" Zidane melempar helm besi itu ke meja yang berada di depannya, mengeluh terhadap apa yang dipakainya.

"Apa yang kau bicarakan? Helm ini sangat busuk juga..." Blank memukul kecil helm yang ia kenakan, "...armor ini juga terlalu besar," ia memperlihatkan armor yang ia pakai kepada Zidane, "Punggungku juga terasa gatal karena armor ini! Sarung tangan ini juga basah terkena keringat," ia menyodorkan kedua tangannya kepada Zidane, "Dan juga, ada remah-remah sisa kue di saku ini!" sebuah remah kue juga ia ambil dan ditunjukkan kepada Zidane.

"Baiklah, aku dapat gambarannya," Zidane berjalan ke pintu dan melihat-lihat keadaan, lalu menoleh lagi kearah Blank, "Kamu masih membawa 'paket' nya, 'kan?"

Blank berjalan mendekat dan membuka pintu itu, "Tenang saja, aku tidak akan mengacaukannya kali ini."

"Baiklah, kita hanya perlu mencampurkan pil tidur ini ke dalam minuman Putri Garnet!"

"Dan aku punya hadiah istimewa untuk sang Ratu!" ia tertawa kecil, sepertinya ada yang ia sembunyikan dibalik tawa kecilnya itu.

Mereka berdua berjalan menjelajahi kastil itu untuk menemukan kamar Putri Garnet, sebelum sebuah tangga ia lihat, Blank berhenti di tengah anak tangga yang ia pijak, Zidane tetap berjalan menaiki anak tangga itu.

"Menurut petunjuk, kursi sang Putri seharusnya berada tepat setelah tangga ini!" Blank berpikir sejenak sebelum melanjutkan jalannya. Sorakan penonton dari luar terdengar sangat keras, "Adegan dimana Marcus menyelinap ke kamar Cornelia akan dimulai! Kita harus bergegas sebelum mencapai akhir drama."

Sebuah pintu yang sangat besar dan megah ia lihat, sepertinya itu adalah pintu menuju kamar Putri Garnet. Zidane hendak melanjutkan ke arah lain, namun perhatiannya teralihkan kepada seorang gadis yang membuka buka pintu itu. DItutupi dengan jubah di seluru tubuhnya, gadis itu berlari kearahnya dan berhenti, Zidane tidak dapat melihat wajah sang gadis yang berada dihadapannya itu.

'Ia terlihat sangat lucu dengan jubah itu.' hati Zidane berkata seperti itu selagi ia melihat-lihat sang gadis yang berada didepannya.

"Umm, maukah kau membiarkan aku untuk lewat?" gadis itu bertanya, namun wajahnya masih tidak bisa Zidane lihat dengan jelas.

"Hmm, mari kita lihat," Zidane berbasa-basi dengan memutari gadis itu, melihat setiap detail yang tidak bisa ia lewatkan. Gadis itu hanya bingung dibuatnya.

"Apakah ada yang aneh denganku?" gadis itu mencoba menebak-nebak apa yang sedang Zidane lakukan.

'Gadis ini mempunyai gaya bicara seperti bangsawan.' Zidane berpikir juga sambil terus mengamati gadis yang hanya diam itu. Mereka berdua sama-sama sedang berpikir, "Oh, tidak. Kau dapat lihat..," Zidane berhenti memutari gadis itu dan berhenti di depannya, "Aku hanya berpikir mungkin kau adalah seseorang yang selama ini aku tunggu." Zidane manggut-manggut yakin.

"Maafkan aku? Kau telah menungguku?" gadis itu bingung, sama seperti yang Zidane pikirkan, instingnya tidak salah lagi.

"Yeah! Aku selalu bermimpi bertemu denganmu sejak aku dilahirkan!" Zidane meyakinkan gadis itu agar percaya.

"Apa kamu mengejekku?" raut wajah gadis itu berubah seketika, cemberut.

"Tentu saja tidak."

"Kalau begitu aku harus pergi." gadis itu mencoba melewati Zidane, namun dengan cepat dihentikan, tangan Zidane memegang pergelangan tangannya.

"Sebentar! Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Zidane mencoba membujuk gadis itu lagi, ia melepas genggaman tangannya pada pergelangan tangan gadis itu.

Tidak, aku tidak kenal kau." dengan cepat gadis menggeleng kepadanya.

"Mungkin kau benar, aku tidak pernah membiarkan seseorang secantik dirimu pergi," Zidane berpikir lagi, kali ini dia yakin kalau gadis itu adalah Putri Garnet, "Katakanlah, maukah kau kua-" belum sempat Zidane menyelesaikan kata-katanya, Blank datang, perhatiannya teralihkan.

"-Hey, ada apa, Zidane?" Blank bertanya kepada Zidane yang berada disana bersama seorang gadis.

"Aku..." gadis itu melihat sebuah celah agar bisa lari, "...aku harus pergi!" dengan segera dia berlari, mendorong Zidane hingga terjatuh, lalu melewati Blank, ia juga ikut terjatuh.

"Siapa dia tadi?!" Blank mengaduh sambil bertanya kepada Zidane yang sudah berdiri dan mengejar gadis itu.

"Cepat berdiri, Blank! Dia Putri Garnet!" Zidaneberlari kebawah menuruni tangga untuk mengejar gadis yang ternyata Putri Garnet itu, disusul oleh Blank yang segera berdiri dan ikut mengejarnya.

"Apa kau serius?!" Blank bertanya di sela pengejarannya dengan Putri Garnet. Pada satu titik tertentu, Zidane dan Blank harus berpencar untuk mencari Putri Garnet yang kabur itu.

---

Tidak beberapa lama kemudian, berita bahwa Putri Garnet menghilang itu terdengar oleh sang Ratu, dengan cepat ia memerintahkan Steiner, Kapten Ksatria Pluto, untuk mencari tahu dimana Putri Garnet berada. Di sisi lain, Zidane masih mengejar Garnet yang naik ke sebuah tower tua yang berada di kastil itu, tower tua itu terlihat jarang dikunjungi, karena banyak debu yang bertebaran. Zidane terus mengikuti, karena armor yang ia kenakan terlalu berat, ia memutuskan untuk melepasnya. Naiklah mereka hingga di puncak tower tersebut, dari sana, mereka dapat dengan jelas menyaksikan pertunjukkan drama itu.

Putri Garnet segera naik ke pagar pembatas di atas tower itu, mengambil seutas tali yang berada disana, Zidane sekarang berhenti tepat di depannya, memandang bingung gadis itu. Gadis itu tersenyum manis melihat Zidane disana, kemudian hal yang tidak ia pikirkan terjadi, gadis itu loncat dari sana menggunakan seutas tali yang ia ambil tadi. Zidane yang kaget pun ikut mengambil tali lalu ikut meloncat. Dari kejauhan, Kapten yang ditugaskan oleh Ratu tadi melihat mereka dari puncak tower yang berbeda, kaget, dan kemudian ikut melompat menggunakan tali yang juga tersedia disana.

Garnet mendarat diatap balon ruangan dimana para pemain orkestra di kapal itu. Ya, atap balon. Diikuti oleh Zidane yang juga mendarat, namun terjatuh duluan ke dalam ruangan pemain orkestra tersebut. Lalu Garnet pun juga jatuh, menindihi Zidane yang barusan terjatuh duluan.

Garnet langsung bangun, kembali berlari kabur dari Zidane, memasuki sebuah ruangan.

"Kemana Putri itu pergi?" Zidane berdiri, kebingungan. Ia lalu mencari Putri Garnet. Memasuki ruangan yang sama dengan Putri Garnet, menemukan ia sedang ditahan oleh temannya, Ruby. Ia dengan cepat menemui mereka berdua, Garnet nampak gelisah sekarang.

"Hey, Zidane! Apa kau melihat jika dia tadi menabrakku?" suara manjanya yang terdengar khas diikuti gerakan centil, rambutnya yang berwarna biru ikut berayun kesana-kemari mengikuti gerakan tubuhnya.

"Biarkan aku bicara padanya, Ruby! Aku juga sedang terburu-buru!" Zidane juga ikut gelisah, seorang yang ia kejar sudah di depan matanya sekarang, namun Ruby menghalanginya. Ruby berjalan kearah Zidane, membuka sebuah ruang bagi Garnet untuk pergi, dan kesempatan itu tidak ia sia-siakan.

"Ayolah, apa kau tidak mendengar yang aku katakan tadi, Zidane?" suara manjanya terdengar lagi, masih diikuti dengan gerakan manja. Zidane yang mengetahui bahwa Garnet pergi pun langsung pergi melewati Ruby yang berada di depannya, menggeser tubuh Ruby dengan memegang kedua pundaknya.

"Kita bicara nanti!" Zidane pun menuruni tangga dimana Garnet lewati.

"Selalu saja begitu!" raut wajahnya menjadi cemberut sekarang.

Zidane masih mengejar Garnet, dimana pada akhirnya Garnet berhenti di sebuah ruangan, ruangan gelap dimana Zidane menyalakan lilinnya, lilinya masih menyala, walau hanya tinggal beberapa batang saja.

"Akhirnya kau menyerah juga!" Zidane kelelahan, keringatnya mengucur dari pelipisnya, memandangi gadis yang berada di depannya dengan napas tersenggal-senggal.

"Bagaimana kau..." Garnet melihat seisi ruangan tersebut, kotor, bahkan terlihat tak terawat, "...bagaimana bisa kau bekerja di sebuah kapal teater seperti ini?" Garnet memandangi Zidane yang kelelahan, menunggu sebuah jawaban.

'Jadi dia sudah mengetahui identitasku, huh?' Zidane berbicara dalam hati, masih memandangi Garnet yang tertutup jubah berwarna putih bercorak merah itu.

"Seperti yang kau ketahui..." Garnet melihat dalam-dalam laki-laki berambut pirang yang berada di hadapannya, "...sebenarnya..." Garnet melepas tudung di kepalanya, memperlihatkan wajahnya, tidak dapat disangkal, walaupun masih berusia enam belas tahun, namun sebenarnya Garnet sudah terlihat sangat dewasa, lalu ia menarik napas sebelum melanjutkan kalimat yang ia hentikan itu, "Aku adalah Putri Garnet Til Alexandros, pewaris satu-satunya kerajaan Alexandria."

Zidane tidak terkejut karena ia sudah mengetahuinya dari tadi.

"Aku mempunyai sebuah permintaan kepadamu..." Garnet membalikkan tubuhnya, membelakangi Zidane, "Aku ingin kau menculikku... Sekarang juga." ya, sebuah permintaan yang sangat tidak wajar, mana ada orang yang meminta dirinya untuk diculik? Namun itulah yang ia katakan, tak dapat diragukan lagi. Dengan beberapa fakta bahwa Garnet sebenarnya ingin kabur dari sana.

Zidane terkejut dengan permintaan Putri Garnet barusan, "Huh?!" dia mencoba untuk bersikap normal, namun tidak bisa, "Aku tidak... Maksudku..." kata-katanya terhenti lagi ketika  ada sebuah teriakan dari luar pintu, suara yang familiar bagi Putri Garnet. Steiner, pengawal pribadinya, datang untuk menyelamatkannya, atas perintah sang Ratu.

"Kumohon... Mereka akan datang dan menyeretku kembali ke istana!" Garnet memohon kepada Zidane, memegang kedua tangannya dengan erat. Hal yang sangat jarang, bahkan tidak pernah terjadi, dimana seorang Putri kerajaan memohon kepada seorang pencuri.

"Aha... Jadi itulah yang sebenarnya terjadi...," Zidane tidak berpikir panjang lagi, memang menculik Garnet lah tujuan utamanya, "Baiklah! Serahkan itu padaku!" dengan percaya diri dia menjawab.

"Terima kasih, aku akan berhutang budi padamu."

"Baiklah kalau begitu, Yang Mulia! Aku akan berusaha yang terbaik untuk menculikmu!" Zidane menepuk dadanya dengan kepalan tangannya, merasa bangga akan dirinya saat itu. Kemudian secara tiba-tiba Cinna datang.

"Apa yang kalian lakukan disini? Ayo kesini!" Cinna yang terlihat tergesa-gesa segera lari ke ruang dimana mereka tadi rapat.

"Tenang saja, Putri. Dia adalah temanku, Cinna!" mereka bertiga berjalan masuk ke ruangan itu.

"Oh, benarkah? Maaf, dia mengagetkanku." Garnet dengan wajahnya memandang kearah Cinna dengan sebelah tangannya memegang dadanya, tanda dia terkejut.

"Well, dengan wajahnya yang seperti itu, aku pasti akan kaget juga!" Zidane bercanda untuk mencairkan suasana, agar mereka semua tidak tegang dengan apa yang sedang terjadi.

"Teman, Itu sungguh menyakitkan! Aku mencuci wajahku setiap pagi, kau tahu!" Cinna mengangkat palu yang ia pegang tadi kearah Zidane, namun karena situasi, ia memahami itu.

"Kemana kita akan pergi?" Zidane bertanya kepada Cinna yang juga berada disana, "Tidak ada jalan lagi!" Zidane mulai khawatir.

"Tenang saja, aku sudah menduga jika ini akan terjadi," kemudian, Cinna melangkahkan kakinya di samping meja dengan miniatur kastil tersebut, menginjak sebuah tombol dengan kakinya, "Taraa~" meja itu pun  terangkat naik secara otomatis, "Ayo cepat masuk!" terlihat sebuah pintu dibawah sana, kemudian Cinna membuka pintu itu, ada tangga disana, tangga menuju pusat kendali mesin kapal tersebut.

Sesaat setelah mereka turun, Kapten itu datang dengan seorang prajurit yang entah darimana datangnya, "Tuan Putri pasti berada dibawah sana!" ia menunjuk kearah pintu di lantai yang berada di depannya itu.

"Aku duluan, Pak!" prajurit itu kemudian lompat kearah lubang itu, namun tak disangka, ia terjepit dan tidak bisa turun kebawah."

"Hey hey hey, apa yang kau pikirkan sedang lakukan?!" tentu saja Steiner marah, dengan situasi yang gawat seperti ini, "Lupakan saja!" ia kemudian keluar ruangan itu, mencari jalan lain menuju bawah.

"Hehehe, dia tertipu!" dan nampaknya prajurit itu menipu Steiner. Lalu ia kembali menuruni tangga yang berada di bawahnya itu, dan tentu saja, mengejar Zidane dan yang lain.

---

"Wow, kau sangat atletik sekali, Tuan Putri! Aku kira aku akan jatuh hati padamu!" Zidane terkagum-kagum melihat Putri Garnet yang tidak kenal lelah itu.

"Ini belum apa-apa!" dia menjawab di sela larinya mengikuti Cinna ke seuatu tempat, "Aku sudah berlatih untuk kabur dari istana, selama ini."

"Sungguh membuang waktu. Jika saja kau bukan Putri, mungkin kau akan kujadikan pac-"

"-kita tidak punya banyak waktu untuk berbincang. Ayo!"

Mereka kemudian berlari ke suatu ruangan, namun tak disangka, mereka bertemu Steiner yang tadi mengejar mereka dari pintu yang mereka akan tuju. Dan tentu saja, langkah mereka terhenti untuk beberapa saat.

"Anda tidak perlu khawatir, Tuan Putri!" prajurit yang terjepit tadi pun juga muncul dari belakang mereka.

"Kerja yang bagus! Dengan ini aku akan mengingatmu sebagai salah Ksatria Pluto terbaik yang pernah Alexandria miliki!" dengan sombong Steiner itu berbicara.

"Tenang, Tuan Putri. Kita akan mengeluarkanmu dari sini!" prajurit itu berbicara lagi, rupanya dia bukan prajurit Alexandria, dia adalah Blank yang menyamar menggunakan armor prajurit Alexandria.

"APA?!" Steiner kaget, marah, dan jengkel, "Kau bukan salah satu anak buahku!" Steiner yang baru menyadari itupun sudah terlambat untuk membawa Putri Garnet. Ia mengeluarkan pedangnya dan menghunuskan kepada prajurit palsu itu, armor yang prajurit itu gunakan secara dramatis terbelah akibat pedang Kapten itu. Mengeluarkan semua Oglop yang ia simpan di dalam pakaiannya, berhamburan kesana kemari di seisi ruangan, "Aku benci OGLOP!" Kapten itu berteriak sambil lari tidak jelas kesana kemari.

"Ini kesempatan kita, Putri!" Zidane kemudian dengan Garnet dan juga Cinna berlari ke ruangan sebelah, dimana adalah ruangan untuk naik ke atas panggung dengan sebuah mesin.

"Cepat berdiri disana!" Cinna berteriak sambil menunjuk pada sebuah platform yang berada tidak jauh dari sana. Lantas kemudian ia sendiri menekan sebuah tombol di mesin itu.

Steiner pun yang secara tiba-tiba datang pun mendorong Cinna hingga terjatuh dan menaiki platform itu.

---

Drama itu masih terus berjalan, dimana saat Raja Leo berhasil menangkap Marcus.

"Malam ini, aku akhirnya dapat melihat anakku Cornelia akan menikan dengan Pangeran Schneider! Dan kemudian Pangeran Schneider dan kerajaan yang ia miliki akan segera menjadi milikku!" diikuti oleh tawanya, Raja Leo sangat bangga terhadap dirinya sendiri.

"Yang Mulia, kita menangkap seorang pengacau!" Zenero dan Benero, dimana mereka adalah pengawal pribadi Raja Leo datang dengan membawa Marcus.

"Kenapa, Marcus yang malang!" ia kembali menunjukkan raut wajah yang murka seketika saat melihat Marcus, "Tidak peduli seberapa berharga Cornelia..." ia memberi jeda, "...tidak peduli dia mencintai seseorang..." dia kembali memberi jeda, sambil terus menatap Marcus dengan sepasang matanya, "...tidak akan aku melihatnya menikahi seorang rakyat jelata sepertimu!" dan kemudian, sebuah bel berdentang untuk pertama kali, "Ketika bel itu mencapai hitungan ketiga..." bel itu kembali berdentang, "Dibawah sebuah kapak aku akan membunuhmu!" bel ketiga berdentang, namun sebuah hal yang tak disangka, Zidane dan Garnet muncul melalui platform diikuti dengan Steiner.

"Improvisasi!" Zidane berteriak kecil kepada semua krunya yang berada disana. Steiner masih kebingungan dengan apa yang sedang terjadi.

"Apa yang sedang terjadi?" Steiner melihat-lihat sekitarnya, masih bingung seperti ketika baru naik.

Kemudian Marcus melepaskan genggaman kedua prajurit itu, "Cornelia!" dan ia menyebutkan nama itu didepannya. Garnet yang juga kebingungan tidak mengerti harus bagaimana.

"Cornelia adalah kekasih Marcus!" Zidane membisikkan itu di telinga Garnet

Dengan cepat ia sadar jika sudah tergabung dalam drama tersebut, dengan gerakan tubuhnya, ia bisa mengimbanginya, "Oh, Marcus!" Garnet yang sedang berperan sebagai Cornelia pun tahu harus berbuat apa.

"Ya, kau melakukannya dengan bagus!" Zidane berbicara kecil di tengah drama itu, sambil memberi semangat kecil kepada Garnet yang sedang berperan sebagai Garnet.

"Aku juga mempelajari drama, kau tahu!" ia berbicara juga disana, mungkin ia bangga.

"Baiklah anak-anak, ayo selesaikan. Brahne masih tetap menonton kita!" Baku juga memberi semangat kepada para anak buahnya.

"Oh, Marcus! Aku sangat merindukanmu!" Garnet pun memeluk Marcus yang berada di depannya, "Aku berharap akan selalu disampingmu. Bawa aku pergi dari sini!"

"Kau lihat, Raja Leo? Kau seharusnya memberi mereka restumu!" Zidane pun ikut tergabung kembali dalam drama tersebut, aktingnya memang sungguh hebat walau notabene sebenarnya ia adalah seorang pencuri.

"Tidak akan! Aku tidak akan pernah membiarkan putriku menikah dengannya. Dia hanya akan menikah dengan Pangeran Schneider!" Raja Leo menunjuk kearah Steiner yang berada disana, "Bukankah begitu, Pangeran?"

"M-menikah dengan Tuan Putri? Aku?!" Steiner hingga saat ini masih kebingungan ia berada di situasi ini.

"Benar! Mereka para pengkhianat, akan aku bunuh mereka semua!" ia memberi isyarat kepada kedua prajuritnya untuk menyerang, namun dengan mudah dikalahkan oleh Zidane dan Marcus. Kedua prajurit itu pun kabur dari sana, "Berdoalah, putriku, kembalilah ke istana bersamaku."

"Tidak ayah, aku tidak akan kembali!" Garnet menggeleng.

"Cornelia... Jangan buat masalah lagi. Pernikahan ini adalah untuk kebahagiaanmu sendiri. Pikirkan itu baik-baik." Raja Leo menurunkan nada suaranya, terdengar sangat perih.

"Tidak jika aku bisa membantunya!" Marcus marah, kini ia maju selangkah, "Ini adalah kesempatanku untuk balas dendam! Untuk orang tuaku, dan untuk kekasihku, Cornelia..." ia pun mengeluarkan pedang, " Aku akan membunuhmu!" ia berjalan kedepan untuk menusuk Leo, namun Garnet menghalanginya, menusuk perut Garnet -walaupun tidak sebenarnya terjadi, di sisi lain, Steiner panik karena mengira bahwa Garnet benar-benar tertusuk.

"Tidak... Cornelia!" Marcus memeluk tubuh Garnet yang sudah lemah.

"Mar...cus, maafkan aku, tetapi aku masih menyayangi ayahku..." suaranya terdengar sangat berat, memang benar jika ia sedang memerankan seorang yang sedang sekarat.

Cornelia!" Raja Leo pun iku menangis karena itu.

"Tuan Putri!" Steiner masih panik dan menangis melihat Garnet.

"Maafkan keegoisanku, ayah, dan ampuni Marcus..." matanya pun tertutup secara perlahan.

"Apa yang telah kulakukan?! Aku tidak akan pernah bisa mendengar suara indahnya lagi?! Aku terkutuk untuk tidak bisa merasakan sentuhan lembutnya lagi?!" Marcus pun iku menangis melihat Garnet yang dipelukannya sudah tiada, "Oh, benar-benar takdir, mereka telah merebut semua yang kupunya!" Marcus pun berdiri, mengambil pedang yang tergeletak disebelahnya dan menusuk dirinya sendiri.

"Marcus!" Zidane berteriak kepada temannya yang telah tiada itu. Bahkan Ratu Brahne pun iku menangis karena drama yang ia saksikan.

"Maafkan aku Cornelia!" Raja Leo masih tertunduk menyesal disana, melihat Cornelia sudah tidak bernyawa. Lalu, terlihat dua orang asing yang sangat aneh berlari keatas panggung, mereka terlihat sedang dikejar oleh prajurit.

"Kembali kemari!" dua orang yang ternyata adalah Puck dan Vivi berlari mengelilingi para pemain drama disana, sebelum pada akhirnya ia mengeluarkan sebuah sihir yang secara tidak sengaja membakar jubah Putri Garnet, Vivi terjatuh, lalu Garnet pun melepas jubahnya yang terbakar dan membuka semua penyamarannya.

"Zidane, Inilah waktunya!" Baku secara spontan menyadarinya langsung berteriak kepada Zidane yang berada tidak jauh.

"Tuan Putri, ayo pergi dari sini." sebuah senyum simpul terlihat di wajah Zidane, sambil mengulurkan tangan untuk membantunya bangun.

"Apa... Apa yang sebenarnya sedang terjadi?!" Steiner masih tetap panik, kaget terlebih karena ia melihat ternyata Tuan Putrinya masih hidup.

"Steiner, jangan mengikutiku lagi!" perintah Garnet dengan nada kebangsawanannya.

"Well, aku ragu dengan hal itu, Tuan Putri." Steiner bingung, didampingi dua orang prajuritnya yang tadi mengejar Vivi dan Puck.

"Keras kepala seperti biasanya, huh?" raut wajahnya sekarang cemberut, diikuti dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.

"Ayolah, Tuan Putri!" Zidane lalu berjalan kearah Vivi yang masih terjatuh, "Hei, anak kecil... Apa kau baik-baik saja?"

"Y-ya, aku tak apa, hanya terjatuh." ia pun berdiri dan membersihkan pakaiannya yang kotor, dan membenarkan posisi topi yang menandakan sebuah penyihir itu.

"Tuan Putri, saya tidak bisa membiarkan ini semua!" pertarungan kecil pun terjadi diantara Steiner dengan Zidane serta Vivi.

Di tengah pertarungan itu, kapal yang mereka naiki itu mulai menyalakan mesinnya, sedikit demi sedikit baling-baling kapal itu berputar, berputar semakin cepat. Ratu Brahne yang menyadari jika kapal itu hendak pergi membawa anaknya, segera memerintahkan para prajuritnya menembak kapal itu, tiga buah meriam pun ditembakkan. Namun, nampaknya keberuntungan masih berpihak kepada Zidane dan krunya, walaupun tiga tembakan meriam itu mengenai kapal mereka, kapal itu masih bisa terbang.

--

"Garnet... Aku tak menyangka kau akan berbuat seperti itu, mungkin kau bukanlah gadis kecil yang tidak berguna lagi." Brahne murka, mematahkan sebuah kipas yang daritadi ia pegang, "Zorn! Thorn!" ia kemudian memanggil mereka berdua, dua orang badut, namun mereka sebenarnya penyihir. "Apakah percobaan kecil kita sudah siap?"

"Ya, Yang Mulia, semua persiapan sudah selesai." Zorn menjawab disusul oleh Thorn.

"Ini akan sangat mudah untuk menyingkirkan Tuan Putri."

"Aku butuh dia hidup-hidup! Bawa dia kemari secepatnya!" setelah itu, Zorn dan Thorn pun pergi.

Sebuah awal petualangan baru telah dimulai...

To Be Continued.

Cari

Labels

Article (1) Cover (1) Final Fantasy IX (5) GameStory (1) How To (2) Jimmy (3) Kita dan Dia (1) Legacy (22) Lyric (28) Movie Review (2) Music (1) Novel (25) Poetry (2) Story Fiction (30) Tips (8) Tutorial (2)