11 May 2015

Princess - 01 (Final Fantasy IX)


Princess (Chapter 01)

Final Fantasy IX Original Story © Square Soft / Square Enix

Story Fiction © Fariz Azmi





Garnet POV Start

Aku terbangun dari tidur yang tak kusengaja siang tadi, mata ini masih berat untuk terbuka. Barusan aku bermimpi lagi, mimpi yang sama akhir-akhir ini kurasakan. Aku melihat dua orang yang wajahnya tertutup jubah, berada di sebuah kapal yang sedang melintasi lautan, cuacanya sangat kacau karena sedang badai.

Sayup-sayup sinar matahari menerangi isi ruangan kamarku yang kurasakan terlalu luas untukku sendiri, berhiaskan berbagai macam perabotan untuk memperindah ruangan yang berdominasikan warna putih bercorak. Kukucek kedua mataku, perlahan, hingga semua yang kulihat kini menjadi jelas. Kupandang sejenak jendela yang nyaris tertutup tertiup angin dimana kuhadap daritadi, aku berdiri dan melangkah mendekati jendela dan membuka kembali jendela itu. Pemandangan indah seperti biasanya, hari ini tidak terlalu panas, kicau dan burung-burung terbang memperindah suasana Alexandria saat ini. Ya, Alexandria adalah nama tempat kerajaan yang sedang aku tinggali, diperintah oleh Queen Brahne, ibuku, kerajaan ini sangat makmur.

Dari kejauhan, aku melihat sebuah kapal yang cukup besar. Oh, aku ingat, hari ini adalah ulang tahunku yang ke-16. Ibuku sengaja mengundang Lindblum Theater Ship datang kemari untuk pesta ulang tahunku. Tiap tahun saat ulang tahunku, selalu ada pesta besar-besaran di Alexandria. Pesta yang tiap tahun kurasakan sangat membosankan itu akan terus berlanjut entah hingga kapan. Kurasa pesta ulang tahunku akan dimulai dalam beberapa jam lagi, dan aku rasa aku harus kembali dalam kegiatan rutin seorang Princess sebelum pesta ulang tahunnya dimulai, apa lagi jika bukan berdandan?

---

Tiga jam bukanlah waktu yang singkat, ditambah lagi dengan dua orang yang mendadaniku. Berbagai gaun telah kucoba selama tiga jam itu, yang pada akhirnya sebuah gaun putih polos yang kukenakan. Gaun yang indah untuk malam ini, kurasa. Ini adalah kali pertama aku mengenakan gaun. Rasanya sangat tidak nyaman, indah namun tidak nyaman.

Setelah semuanya siap, seorang pengawal pribadi memasuki ruangan kamariku. Pengawal yang sudah kukenal sejak lama, Beatrix.

"Semuanya sudah siap, Tuan Putri." dia menekuk punggungnya seperti semua orang dikerajaan ini, sebuah penghormatan yang sangat wajar. Dia menaikkan punggungnya, tersenyum seperti biasanya, sangat ramah, "Sekarang Tuan Putri biar saya antar ke singgasana Ratu."

Dengan gaya ala Tuan Putri aku berdiri dari tempatku duduk di depan cermin rias yang sangat besar, sambil tersenyum kecil aku menatap wajahnya yang tak asing, "Baiklah!" kemudian Beatrix mengantarku ke singgasana ibuku, tempat dimana nantinya aku bersama yang lainnya melihat acara teater tersebut -tentunya hanya aku, ibuku, dan dua pengawal pribadi saja yang ada disini.

Tak jauh, aku sudah sampai di singgasana, ibuku sudah berada disana sejak tadi. Aku segera duduk di kursi di belakang kursi ibuku, sambil melihat-lihat sekitar, ternyata banyak tamu yang datang kali ini, lebih banyak daripada tahun lalu. Hening untuk sementara waktu ketika kapal teater itu mendarat, seketika tidak ada sebuah suara terdengar. Tiba-tiba sebuah bagian dari kapal itu terbuka, memperlihatkan sebuah panggung drama, tepat diatasnya adalah tempat dimana para pemain orkestra berada. Diikuti oleh ledakan kembang api yang sangat terang, keadaan pun sekarang kembali meriah. Kulihat ibu juga sangat terkesan dengan pembuka itu.

Namun apa yang mereka rasakan tidak sama apa yang seperti aku rasakan, mereka semua terlihat gembira, namun tidak denganku. Hari-hari yang kulalui disini sangatlah membosankan, aku selalu merasa terkurung disini, tidak pernah bisa keluar dari kastil. Sebuah ide pun muncul di benakku untuk melarikan diri dari sini. Memang bukan ide yang bagus, tapi hanya itulah yang bisa aku lakukan untuk keluar dari sini.

Sesaat setelah drama yang berjudul 'I Want To Be Your Canary' itu dimulai, aku meminta izin kepada salah pengawal pribadiku untuk pergi sebentar. Dengan sedikit alasan yang rasional aku dengan mudah mendapat izin dari pengawalku. Dengan segera aku berjalan menuju kamarku. Kuharap rencanaku ini bisa berjalan dengan mudah.

Garnet POV End

Di kapal, tiga puluh menit sebelumnya.

Seorang bocah berambut pirang dan berekor terlihat memasuki sebuah ruangan yang gelap. Sangat gelap, tak ada yang bisa dilihat didalam ruangan tersebut. Bocah itu merogoh kantong kanannya, mencari sesuatu, sebuah korek api ia temukan dan ia nyalakan, sekarang ia dapat melihat sedikit isi ruangan tersebut. Ia berjalan beberapa langkah kedepan, ia temukan meja bulat dengan enam buah lilin diatasnya, lalu ia nyalakan dengan korek api yang ia bawa. Akhirnya seisi ruangan itu dapat ia lihat dengan cahaya yang mencukupi.

"Siapa disana?" sebuah suara dari pintu di ruangan sebelah yang lain terdengar, sebuah suara yang familiar, ia tahu pasti siapa yang berada di balik pintu itu.

"Ini aku, Zidane!"

Seketika pintu dari suara itu berasal terbuka, diikuti oleh tiga orang yang keluar dari sana, mereka adalah kru kapal tersebut, Blank, Marcus, dan Cinna. Sebuah salam khas ala Kelompok Tantalus mereka berikan, salam itu lebih terlihat seperti salam para bajak laut.

"Dimana Boss?" Zidane bertanya pada mereka bertiga, namun sebuah gelengan ia terima dari ketiga temannya itu.

"Dia belum datang." Cinna menjelaskan singkat sambil mengangkat palu yang selalu ia bawa kemana-mana itu.

Sebuah suara langkah kaki terdengar jelas dari ruangan itu, pintu yang berada di sisi lain terbuka, seorang yang mereka sebut dengan 'Boss' itu telah tiba, ia bernama Baku. Seorang lelaki tambun setengah baya yang selalu bersemangat.

"Hei orang-orang bodoh!" ia berseru dengan semangat seperti biasanya, namun kali ini terlihat lebih bersemangat, "Kalian terlihat sama saja seperti terakhir kita bertemu!" sambil berjalan melewati empat bocah itu, Baku tertawa, "Ayo kita segera rapat." dia menendang pintu itu, pintu dimana ketiga orang tadi berada.

Setelah di dalam ruangan itu, terlihat sebuah meja dengan miniatur kastil, miniatur kapal Prima Vista dan satu boneka yang berbentuk seperti Putri Garnet. Mereka berlima berdiri mengelilingi meja coklat yang tidak terlalu besar itu.

"Ini rencana kita!" Baku mulai bicara, ia mengambil miniatur kapal itu pada tangan kanannya, "Tantalus, sebuah organisasi pencuri yang sangat berani -itu kita, sedang menuju Kerajaan Alexandria," ia kembali menaruh miniatur kapal itu dan berganti mengambil boneka yang berada di meja, "Misi kita adalah: untuk menculik pewaris tahta kerajaan, Putri Garnet!" setelah kata-katanya itu, dia kembali menaruh boneka itu di meja.

"Baiklah, aku ambil alih dari sini, jadi dengarkan baik-baik!" suaranya terdengar tegas kali ini dibalik wajahnya yang konyol, "Kapal kita akan mendarat di Alexandria," ia mengambil jeda pada kalimatnya, "Ketika kita sudah mendarat, kita akan memainkan peran kita..." jelasnya, "...kita akan memainkan drama yang berjudul 'I Want To Be Your Canary', sebuah drama yang sangat terkenal di Alexandria!" lalu ia melanjutkan, "Bersiaplah, Marcus! Karena kau yang akan memainkan peran utamanya!" Cinna menunjuk kearah Marcus dengan jari telunjuknya.

"Serahkan semua itu kepadaku!" Marcus terlihat bersemangat dengan perannya itu, "Dan tentu saja, penculik sebenarnya adalah Blank dan Zidane." dia melanjutkan singkat.

"Aku akan mengalihkan perhatian penonton dari belakang panggung dengannya" ia menunjuk kearah Zidane, lalu melanjutkan kata-katanya, "Aku tidak tahan terhadap Oglop, namun aku sudah mengaturnya, jadi jangan khawatir. Dan itu akan menjadi isyarat untukmu, Zidane!"

"Baiklah, jadi itu adalah saat ketika aku menculik Putri Garnet, 'kan?" Zidane mengangguk mengerti sambil manggut-manggut.

"Kau benar! Kamu akan menculik seorang gadis yang paling cantik diseluruh Alexandria, Putri Garnet!" Baku mengepalkan tangannya tanda sebuah misi yang terdengar sangat mudah telah dimulai.

Tak berapa lama kemudian, kapal mereka, Prima Vista, mendarat di Alexandria. Sebuah pesta yang sangat meriah akan segera dimulai.

Vivi POV Start

Satu jam sebelumnya.

Aku berjalan masuk ke dalam Alexandria, aku yakin ini adalah kerajaan yang cukup besar, banyak orang yang lalu lalang disekitar sini. Aku kembali mengambil tiket berwarna kuning yang berada di kantong di jubahku ini, 'Aku yakin ini akan berjalan lancar, aku hanya perlu memperlihatkan tiket ini kepada penjaga tiket dan aku akan melihat pertunjukkannya.'

Aku berjalan kearah penjaga tiket yang berada di depan gerbang menuju kastil, memperlihatkan tiket yang kubawa tadi kepadanya. Ia melihat tiket yang kuperlihatkan kepadanya barusan, namun ia kembalikan kepadaku dan berkata, "Ada yang aneh dengan tiket ini, ini adalah tiket palsu! Aku telah banyak melihatnya hari ini!" ia terlihat sangat menyesal mengatakan kebenaran itu kepadaku, aku hanya bisa pasrah menerima tiket itu kembali dan berjalan kembali, entah kemana aku harus pergi lagi setelah ini.

Aku melewati sebuah gang kecil yang berada di sudut jalan, gang itu tidak terlalu terang karena tertutup oleh perumahan yang berjejer sangat rapat, disana aku melihat seorang anak kecil yang tadi aku temui saat di jalan.

"Hei kau, bocah dengan tiket palsu, 'kan?" ia berteriak lurus kearahku, karena tak ada siapapun, aku yakin dia berbicara padaku, "Aku melihat orang itu mengatakan bahwa tiketmu itu palsu!" aku hanya mengangguk dan tetap berjalan melewatinya, namun langkahku terhenti sejenak, "Aku akan mengajakmu melihat drama itu kalau kau mau menjadi anak buahku! Bagaimana menurutmu?" anak itu terlihat serius dengan gaya yang sangat percaya diri, yah, karena aku tak tahu apa yang harus aku lakukan lagi, aku hanya menerima tawaran tanpa pikir panjang.

"B-baiklah." jawabku singkat.

"Keren!" ia kembali menampakkan gayanya yang sangat percaya diri, "Sekarang untuk tugas pertamamu! Pergilah ke sudut gang disana, berjaga-jagalah jika ada seseorang datang!" ia menunjukkan posisi dimana aku harus berjaga dengan jarinya itu. Aku langsung berjalan ke sudut gang untuk berjaga, sementara anak itu mengambil kayu tangga yang tergeletak berada di pinggir gang itu. Ketika ia mengambil, ia kembali melambaikan tangannya, kurasa itu adalah sinyal yang menandakan apakah disini aman atau tidak, jadi kulambaikan tanganku sebagai tanda aman.

"Baiklah, kemari ikuti aku!" ia segera berlari dengan membawa tangga itu, aku mengikutinya dari belakang.

Aku mengikutinya dari belakang, hingga akhirnya kita sampai di sebuah rumah kosong yang ditinggalkan oleh pemiliknya, anak itu menaruh tangga yang ia bawa sedari tadi, menaiki keatap rumah dengan tangga itu, aku hanya mengikutinya dari belakang, setelah sampai diatap rumah, ia berhenti sejenak.

"Oh iya!" nadanya sangat mengejutkanku, "Aku bahkan tidak mengetahui namamu!"

"Vivi." aku menjawab dengan singkat lagi.

"Jadi namamu adalah Vivi, huh?" anak itu menggut-manggut, "Nama yang unik!" ia tertawa kecil dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman denganku, "Namaku Puck! Senang berkenalan denganmu!" Jadi nama anak itu adalah Puck, ia memang terlihat bukan dari daerah sini. Pantas saja aku merasa aneh daritadi.

Lalu dia kembali berjalan, menyusuri atap-atap rumah, ia tidak merasa takut sedikitpun diatas atap itu, walau sebenarnya aku sendiri sedikit takut. Aku terus mengikutinya dari belakang, hingga akhirnya kita sampai pada pagar di sebelah kastil, ada sebuah lubang disana. Tanpa ragu Puck memasuki lubang yang mengarah ke kastil tanpa ragu, aku pun mengikutinya. Pada akhirnya aku sendiri tetap akan melihat drama ini, walaupun tanpa tiket, walaupun juga dengan cara yang tidak seharusnya: menerobos masuk secara ilegal.

"Ayo cepat, dramanya akan segera dimulai!" ia berlari kearah dimana para penonton berada, memang sangat tepat waktu, acara itu dimulai ketika kami berdua sampai disana.

Tempat itu terlihat sangat ramai dan meriah, suara sorak-sorak penonton dan tepuk tangan saling mendahului saat itu, dan saat itu juga, matahari sudah tenggelam di arah barat. Malam pesta Putri Garnet pun dimulai.

To Be Continued.

Cari

Labels

Article (1) Cover (1) Final Fantasy IX (5) GameStory (1) How To (2) Jimmy (3) Kita dan Dia (1) Legacy (22) Lyric (28) Movie Review (2) Music (1) Novel (25) Poetry (2) Story Fiction (30) Tips (8) Tutorial (2)