19 May 2015

Legacy - 02.2

(Image: alphacoders.com)


---

Legacy © Fariz Azmi


Aku berbaring di atap sebuah penginapan yang aku sewa bersama Violet—tentunya, dua kamar. Sambil mendengarkan musik dari sebuah player melalui earphone yang kukenakan. Lagu-lagu klasik. Berpikir segala kemungkinan yang akan terjadi jika terjebak di dalam game seperti cerita klasik anime yang dulu pernah diputar di acara televisi. Ini semua terlalu mendadak. Setidaknya, biarkan aku menyelesaikan kuliahku dulu, huh?
Bagaimana jika semua ini menjadi kenyataanku? Hingga akhirnya tubuh fisikku sudah tidak kuat lagi dan aku akan mati. Begitu saja? Ah, banyak sekali hal yang ingin aku lakukan di luar sana.

"Lagi ngapain?" tiba-tiba saja Violet merayap naik ke atap menggunakan sebuah tangga. Aku tidak menjawabnya, hanya melepas earphone yang terpasang di telinga sebelah kanan dan hanya melihatnya ikut merebahkan tubuh dan memandang apa yang kupandang -langit. Langitnya memang indah, seolah nyata, padahal tidak.
"Pandanglah. Apa yang kita lihat ini tidak lebih dari sekedar ilusi yang dihasilkan oleh sebuah data." dia terdiam sambil memandangi langit malam.
"Setidaknya banyak orang yang hidup lebih bahagia di sini dibandingkan di dunia nyata. Bukankah kamu juga begitu?" itu memang benar, hidup di dunia ini memang lebih mudah dan lebih indah jika harus dibandingkan dengan dunia nyata yang keras. Berbagai konflik mudah muncul. Politik. Ekonomi. Semua selalu tentang uang. Sistem. Itulah kehidupan, kau tidak akan pernah bisa hidup tanpa sebuah sistem yang mengikatmu.
"Yah, aku tidak bisa bilang kalau aku tidak setuju." kemudian aku menyodorkan earphone yang kulepas sebelah kepadanya, dia memakainya dan mendengarkan apa yang sedang kudengar.
"Mmm. Lagu klasik." dia mengucapkan itu setelah mendengarkan beberapa detik.
"Lagu klasik memang yang paling terbaik." komentarku.
"Kupikir kamu tidak suka lagu-lagu seperti ini." dia beralih memandangku.
"Akhir-akhir ini aku mengganti selera musikku, mencoba menyukai apa yang ku benci," aku bangun, duduk bersila kemudian memandangi Violet yang terlihat santai. "Kenapa kamu tidak istirahat? Atau tidur?"
Dia mengernyitkan dahinya "Aku tidak tahu pasti." benar, aku pun juga begitu, tidak tahu pasti apa yang sedang kupikirkan. Ku ambil kesempatan ini untuk memancingnya ke topik pembicaraan yang selama ini ingin kubicarakan dengannya.
"What? Rindu dengan pacarmu di dunia nyata yang tidak bermain VRO?" aku terkekeh sambil melihatnya sesekali.
Violet manyun lagi "Aku tidak punya pacar, tahu!" dia bangun kemudian memukul lemah bahuku. Benarkah itu? Atau dia yang berbalik memancingku? Itu jawaban menjebak. Tapi dilihat dari ekspresi dan nada bicaranya, dia memang jujur. Dia tidak bisa menipuku dengan ekspresi yang dibuat-buat. Setidaknya, dia memang tidak pandai berbohong sejak dulu.
"Oh? Selama aku mengenalmu, kamu tidak mempunyai pacar?" aku kembali meledeknya lagi. Dia semakin manyun. Gosh, aku suka sekali melihat ekspresi wajahnya saat ini.
Tiba-tiba dia mengubah ekspresi wajahnya menjadi serius, sekaligus sedih. Pembicaraan ini tiba-tiba saja menjadi pembicaraan pribadi yang aku tidak tahu ke mana arahnya "Pernah, sekali. Tapi itu tidak berhasil." oh, jawaban macam apa yang dia berikan? Ini bukan drama percintaan di mana sang gadis patah hati. Rubah alurnya!
"Ah, tidak usah dipikirkan," dia menoleh ke arahku, sedangkan aku tetap menatap langit malam. Tangan kiriku terangkat ke atas, menunjuk sesuatu yang tidak pasti "Aku yakin kamu pasti mendapatkan seorang kekasih yang sepadan dengan perjuanganmu." aku tidak tahu harus berkata apa, tiba-tiba saja aku menjadi melankolis, atau masokis?
Violet menoleh ke arahku dan memegang tangan kananku yang bebas lalu melepasnya. "Aku nggak nyangka kamu bisa berkata-kata seperti itu," senyumnya kembali seiring detik berlalu. "Rupanya sekarang temanku berubah menjadi pujangga."
"Ah, biasa saja, kok!" aku menolak pernyataannya barusan, walaupun aku sedikit malu saat aku mengatakannya tadi.
"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi tidur." dia melepas earphone yang dipakainya dan kemudian turun, aku bisa mendengarkan derap kakinya menapak melewati ruangan yang lantainya terbuat dari kayu ini. Dan di akhir derap kakinya, sebuah pintu ditutup.
Aku kembali berbaring. Berpikir sejenak. Ternyata selama ini Chloe—Violet. Berjuang dengan perasaannya. Aku dulu memang tahu dia menyukai seseorang, namun dia terlalu bodoh untuk mengungkapkannya, sama sepertiku dulu.
Perasaan ini sudah berusaha kubuang semenjak tiga tahun lalu. Aku menyadari bahwa aku tidak pantas dengannya. Aku juga tahu sikapnya dulu memang tidak seperti ini, dia memang menarik, namun sekarang, lebih menarik. Di saat aku berusaha melupakannya, aku justru bertemu dengannya, dan yang lebih sakitnya, sikapnya lebih baik kepadaku. Aku jadi semakin bingung dengan perasaanku terhadapnya. Tapi, tidak selamanya aku bisa memendam perasaan ini kepadanya, aku harus mengatakannya, entah bagaimana caranya.
Aku kembali memasang sisi sebelah earphone yang tadi kupinjamkan ke Violet. Sekarang lagu yang sedang diputar adalah lagu klasik yang berjudul Ode To Joy yang diciptakan oleh komposer terkenal bernama Ludwig Van Beethoven. Lagunya sangat menenangkan sekaligus memberi semangat.
Beberapa menit berlalu, sekarang sudah benar-benar tengah malam. Perutku terasa lapar padahal aku sudah makan malam. Dan aku putuskan untuk berjalan-jalan mencari kafe atau restoran di dekat sini. Aku turun. Melihat sekilas ke arah jendela kamar Violet. Dia sudah tidur rupanya.
Oke, keputusanku bulat. Aku akan pergi menyusuri kota yang tidak terlalu kukenali ini. Membuka map dan mencari sebuah bangunan bertanda—toko. Tidak terlalu jauh dari sini. Setelah aku temukan dan tandai sebagai navigasi aku beranjak menjalankan kakiku.
Ah, sial. Aku bahkan bisa merasakan udara dingin ini seperti menusuk tulangku, meskipun di sini aku hanya sekumpulan data yang diberi efek-efek tertentu agar menyerupai manusia asli. Aku buka inventoryku, mencari sebuah item di antara ratusan item yang berada di inventoryku. Sort. Aku sempat berpikir sejenak ketika melihat-lihat sekumpulan item-item yang terlihat seperti sampah tidak berguna yang memenuhi tas. Inikah koleksiku? Aku sendiri terheran-heran. Beberapa saat kemudian aku menemukan item yang kucari -sebuah jaket, atau jubah, aku tidak tahu pasti. Setelah meng-klik tanda use, barang itu muncul di depanku. Muncul seperti sihir. Lalu aku kenakan benda berwarna gelap -hitam itu. Ah, yang benar saja, modelnya saja sudah seperti jubah kuno yang norak. Jadi untuk kasus ini lebih cocok untuk kusebut sebagai jubah daripada jaket, ‘kan.
Jam sebelas malam. Jika di dunia nyata, sekarang aku sudah akan bersiap untuk tidur. Berbeda dengan aku dulu ketika menjadi gamer, jam sebelas malam adalah jam untuk mulai bermain.
Pemandangan kota yang tidak terlalu mempunyai ciri khas untuk sebuah negara, masih seperti kebanyakan arsitektur negara-negara barat lainnya. Di Whitehorse sendiri, kotanya tidak juga terlalu banyak pemandangannya, di sebelah kota kau bisa melihat sungai besar yang mengelilingi hampir seluruh kota. Lalu di seberang sungai itu kau bisa langsung melihat sebuah area hutan yang banyak berisi monster-monster berjenis kuda. Jenis paling aneh dari kuda-kuda tersebut adalah ada kuda yang mempunyai bulu, bulu rambut seperti kucing.
Dungeonnya pun tidak cukup banyak. Hanya beberapa.
Ah, aurora, di sini kau bisa melihat aurora yang jaraknya cukup jauh, mungkin kau bisa melihatnya dengan jelas menggunakan teropong. Kecuali kau adalah seorang Myrian. Mereka bahkan bisa melihat dalam kegelapan!
Aku melewati beberapa bangunan yang berada di sepanjang jalan ini, hanya sedikit lampu yang menerangi jalan. Setelah beberapa menit berjalan, aku menemukan akhir dari tujuan navigasiku, terhenti di sebuah bangunan yang kurasa cukup tua. Ini adalah satu-satunya bar di kota ini. Nico Bar. Aku harap mereka mempunyai koki dengan skill yang cukup tinggi. Atau setidaknya makanan khas.
Kemudian aku memasuki bangunan dengan pintu bar ala era koboi. Di dalamnya ada cukup banyak pemain yang sedang mampir. Sebagian masih mengenakan pakaian bertarungnya, sebagian sepertiku mengenakan pakaian biasa, toh kita berada di wilayah aman, kita tidak bisa diserang monster ataupun di-PK.
Sebanyak pemain yang kulihat, tidak ada yang kukenal. Justru aku akan merasa aneh jika aku bertemu seseorang yang kukenal di sini. Karena selama aku bermain di sini, aku memilih untuk tidak terlibat dengan banyak orang. Kau tahu, konflik bisa dipicu oleh apa saja, bahkan dengan berkenalan! Tapi hanya mempunyai kenalan beberapa saja itu tidak masalah.
Setelah itu aku mengambil tempat duduk di pojok ruangan, tempat yang langsung menghadap ke sungai. Daripada aku harus duduk menghadap ke arah jalan dan dilihat oleh NPC yang berjalanan atau player lain, itu sedikit membuatku risih. Di sini, NPC dibuat menyerupai manusia sungguhan, mereka dapat mempelajari sesuatu, mempunyai sifat yang berbeda-beda, hingga makanan kesukaan mereka. Bahkan perbedaan status sosial. Kalau kau lebih menikmati menjadi seorang penjahat di sini, mungkin kau akan mencari NPC yang kaya dan memeras hartanya. Tapi tentu saja, NPC itu akan mengingatmu sebagai penjahat dan akan membencimu.
Sebuah menu hologram muncul di depanku tak lama setelah aku duduk. Memang, ketika kau duduk di sebuah bar atau kafe, kau bisa memesan makanan dan minuman melalui menu hologram yang muncul ini. Tidak banyak yang ditawarkan oleh bar ini, kebanyakan minuman, yah, memang karena ini adalah bar, bukan kafe atau restoran.
Aku menekan sebuah menu makanan yang namanya sulit dieja. Mungkin sebuah menu khas kota atau negara ini. Poutine. Seperti itulah namanya.
Tak beberapa lama kemudian pesanan datang. Ah, aku sudah lapar.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang berteriak dari luar jendela. Bukan jendela yang menghadap ke sungai, namun yang menghadap ke jalanan. Semua orang yang mendengar teriakan itu langsung berbondong menuju jendela, begitu pula aku. Ada monster yang memasuki wilayah aman dan menyerang NPC.
 Ini tidak masuk akal, mustahil kecuali mereka mengubah peraturan.
Aku segera melambaikan tangan membuka menu, bergegas menuju opsi kostum di mana kau bisa menyimpan template perlengkapan dan senjata yang kau pakai. Di sini, aku mempunyai beberapa kostum dan gaya bertarung. Itu pun aku sudah sedikit lupa bagaimana gayaku bertarung.
Ada tiga nama template di opsi kostum ini. Pertama adalah Stealth, kedua adalah Frontal, dan yang ketiga tidak dinamai. Entah apa maksud opsi kostum ketiga itu, tanpa pikir panjang aku memilih template Frontal. Use.
Dalam beberapa detik saja seluruh pakaianku berganti menjadi pakaian bertarung dengan warna putih. Oh, rupanya aku seperti guardian angel dengan pakaian serba putih, atau mungkin bisa disebut juga dengan malaikat pencabut nyawa. Sesuai dengan nama template kostum ini. Ah, itu tidak penting sekarang.
Sebuah busur tergenggam di tangan kiriku. Aku sudah lama tidak memegang busur. Dari bentuknya yang cukup unik, busur ini terlihat kuat. Sebentar lagi aku akan terjun ke pertempuran sungguhan pertamaku dalam dua tahun ini. Aku masih mengingat sebagian kecil nama-nama skill yang sering kugunakan dulu.
Tidak ada orang lain selain aku yang mengganti pakaian, bahkan petarung yang masih berpakaian bertarung saja terlihat berpikir dua kali untuk terjun langsung melawan monster yang cukup besar itu, untuk sekilas monster itu memang terlihat cukup kuat. Tidak ada seorang pun kecuali satu, seorang Pixie dengan job Warrior. Ini terlihat sedikit aneh, tidak banyak player yang menggunakan kombinasi ras dengan job yang tidak sesuai dengan kriteria rasnya.
Aku melihat sekilas guratan wajahnya, dia tidak terlihat takut sama sekali. Setelah aku keluar dari bar itu, aku segera melakukan identifikasi terhadap sang monster yang berbentuk seperti centaur dengan membawa dua kapak di kedua tangannya. Monster ini sedang mengamuk, entah apa yang memancingnya kemari dan dapat menembus wilayah aman yang biasanya tak bisa dimasuki oleh monster.
Aku mengidentifikasi monster itu, monster berlevel 82. Kukira ini akan menjadi pertarungan yang cukup panjang mengingat levelku cukup jauh di bawahnya. Entah dengan Pixie itu, kalau levelnya cukup jauh di atasku atau sama dengan monster itu, mungkin ini akan menjadi pertarungan yang lebih mudah.
"Hey kau Warrior!" aku berteriak memanggilnya dengan asal karena aku tidak mengetahui nicknamenya. Dia menoleh saat akan mengeluarkan kedua pedang yang bentuknya cukup tebal, aku lupa apa tipe pedang seperti itu.
"Hey." dia menjawab tanpa menoleh sedikit pun ke arahku.
"Butuh bantuan?" aku menawarkan bantuanku, ini lebih persis seperti aku meminta izin kepadanya.
Dia kemudian menoleh dan memandangku dengan singkat dari bawah hingga atas lalu kembali memandang monster yang sedang mengamuk yang menghancurkan beberapa, "Boleh," dia maju beberapa langkah sambi mengambil kuda-kuda menyerang, tapi sebelum dia sempat mulai menyerang monster itu, dia membuka menunya. Dia mengundangku masuk ke dalam partynya -lebih tepatnya membuat party. Aku menerima undangan itu dan berjalan menjauh mencari spot aman untuk menyerang. Gaya bermainku kali ini frontal, mengingat aku tidak seberapa berguna dalam pertarungan ini. "Siap?" sebuah suara muncul di telingaku. Jika berada dalam party, kita bisa tetap berkomunikasi dengan anggota party lain menggunakan sebuah fitur yang disebut Telepathy, lebih mirip walkie-talkie tanpa alatnya.
"Ayo kita bunuh monster jelek itu!" aku berseru sedikit karena terlalu bersemangat dengan pertarungan yang akan dimulai ini.
Tak lama kemudian dia memulai pertarungan itu dengan mengibaskan kedua pedangnya ke arah centaur yang sedang sibuk dengan NPC terakhir yang tersisa di sana. Sebuah skill terbentuk dari kibasan pedang itu. HP bar yang berada di atas kepalanya hanya berkurang sedikit sekali, malah hampir tidak terlihat berkurang. Monster ini kuat.
Pixie terus berlari ke arah belakang melalui bawah tubuh centaur untuk menghindari serangan balasan dari makhluk itu dengan menghempaskan kedua kapaknya ke arah tanah dengan sangat keras. Kemudian dia kembali mengeluarkan sejumlah chain-skill secara beruntun dan menyelesaikan beberapa skill beruntun itu bahkan sebelum centaur itu genap memutar tubuhnya setelah sebelumnya menarik kembali kapaknya.
Aku kemudian maju dengan perlahan sambil tetap mengawasi mereka berdua bertarung. Hingga kemudian Pixie itu mengeluarkan semacam skill yang membuat stun sekaligus defense makhluk itu turun untuk beberapa detik. Aku tahu ini, ini adalah skill silang yang dimiliki Warrior dengan sejumlah besar job damage dealer.
Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan hanya berdiri dan memandang saja. Aku segera membidikkan busurku ke arah kepalanya—organ vital paling sederhana makhluk hidup. Sebuah anak panah terbentuk dari cahaya biru ketika aku menarik busurku dengan tangan kanan. Dengan charge yang penuh dengan cepat, aku melepaskan anak panah itu sekaligus mengeluarkan sebuah skill terkuat yang bisa kuingat. Darrava Shooting Star.
Anak panah itu melesat dengan cepat ke arah kepalanya, sebelum benar mengenai centaur itu, anak panahku terbagi menjadi lima bagian, membentuk sebuah bentuk bintang yang lebih terlihat persegi lima dengan suatu efek.
Sebuah crictical hit tercipta namun tidak memberikan damage yang terlalu besar. Tentu saja, centaur ini levelnya jauh di atas levelku, jadi tidak aneh jika seranganku tidak seberapa. Sebuah ikon cooldown tercipta di bawah Mana bar yang diikuti dengan berkurangnya poin manaku. Berkurang 750 dari totalnya yang berjumlah 6360 dan setelahnya efek dari skill pasif untuk menambah mana muncul di bawah HP bar, manaku mulai terisi sedikit demi sedikit. Skill pasif milik ras Vasheek yang satu ini memang tidak terlalu banyak menambah mana gratis secara drastis dalam waktu singkat, karena ras Vasheek lebih menonjol pada skill pasifnya yang dapat mengurangi waktu cooldown hingga 40%.
"Nice." sebuah suara kembali terdengar dari telepatiku bersama Pixie yang belum kuketahui namanya itu.
Namun setelahnya sebuah respon yang cukup tinggi dari centaur itu tercipta, dia menghempaskan kedua kapaknya yang besar itu tepat ke arah Pixie.
Karena sudah tidak ada cukup waktu untuk menghindar, dia mengaktifkan skill defensivenya yang dapat menambah ketahanan terhadap tebasan senjata selama beberapa detik. Dia silangkan pedangnya di depan tepat sebelum kedua kapak centaur itu mengenai tubuhnya. Kecepatannya sungguh luar biasa.
Sebuah letupan besar tercipta yang disusul oleh angin yang terhembus karena Pixie itu berhasil menahan serangan besar dari centaur. Namun HP bar Pixie itu berkurang sedikit demi sedikit seiring dia menahan serangan itu. Mungkin kalau dia tidak memakai skillnya barusan mungkin HPnya akan berkurang lebih banyak lagi.
Dengan itu aku langsung menembakkan lagi busurku secara beruntun tanpa charge. Sebuah skill terbentuk pada anak panah terakhir yang aku keluarkan¸ sebuah skill pasif yang secara otomatis keluar ketika aku menembak beruntun secara cepat. Skill itu skill untuk mem­-provoke. Artinya, agar centaur itu menyadari keberadaanku dan perhatiannya teralihkan agar mengejarku. Skill ini kebanyakan dimiliki oleh job-job melee yang berguna sebagai pertahanan seperti Paladin atau Guardian. Namun kurasa job-job lain juga banyak yang mempunyainya.
Seperti dugaanku, centaur itu menahan dan menghentikan serangannya, lalu berbalik ke arahku. Bagus, sekarang aku harus lari darinya sementara memberi waktu kepada Pixie itu untuk meregenerasi HPnya.
Centaur itu membuat kuda-kuda setelah melihatku, dia bersiap untuk berlari. Aku tahu, centaur itu makhluk yang larinya cukup cepat. Inilah bagian di mana mungkin aku tidak bisa lari darinya. Aku kembali membidikkan busurku ke arahnya, tanpa charge, aku melepaskan sebuah skill dengan efek slow selama tiga puluh detik. Ini mungkin cukup membantuku agar bisa kabur.
Jeb! Panah itu tepat mengenai bahunya, hampir saja meleset. Sebuah teriakan kecil disertai munculnya ikon efek terbentuk di bawah bar HPnya. Slow. Bagus.
Aku kemudian berlari menjauh darinya, walaupun terkena efek itu, ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadapnya. Aku berlari menuju ke sebelah bangunan yang tidak jauh dari tempatku berdiri.
"Tidak, pancing centaur itu ke sungai." suaranya terdengar lagi, tanpa pikir panjang aku langsung mengubah arah pijakanku menuju sungai. Sepertinya dia mempunyai sebuah rencana. Sekilas aku melihatnya berlari dahulu ke arah sungai, lalu beralih memandang centaur itu, HP barnya bahkan masih berkurang tiga persen. Ini mustahil untuk memenangkan dengan cepat, walaupun bisa mengurangi sedikit demi sedikit HPnya, kami berdua harus berhati-hati terhadap serangannya. Satu tebasan yang tadi berhasil ditahan oleh Pixie plus sebuah skill itu saja masih dapat menembus pertahanannya dan mengurangi HPnya hampir enam puluh persen. Tapi mengingat kalau rata-rata HP yang dimiliki ras Pixie cukup rendah dibandingkan ras lain. Itu mungkin tidak terlalu mengerikan seperti perkiraanku.
"Baiklah!" aku menyusuri bangunan-bangunan yang terjajar rapi di sepanjang jalanku menuju sungai, diikuti oleh centaur itu yang secara brutal merusak bangunan-bangunan yang tadi kulewati. Untung saja sebagian besar bangunan ini adalah bangunan milik NPC.
Tidak lama berlari, diikuti oleh centaur yang masih terlihat marah dan terus mengejarku. Aku turun meluncur beberapa puluh meter ke bawah menuju anak sungai.
Setelah mendarat dengan selamat di bawah, aku segera berlari lagi menuju di mana Pixie itu sudah berada sejak tadi. Kulihat ke belakang, di atas, centaur itu masih terlihat marah, belum ikut terjun ke bawah. Namun karena centaur itu berpijak pada ujung tanah yang tidak kasar, dia jatuh terperosok ke bawah dan menghantam dengan kuat dengan separuh bagian tubuhnya, diikuti dengan gelegar seperti gempa. HP barnya berkurang sedikit. Tapi itu cukup menguntungkan kami untuk mempersingkat pertarungan tapi akan membuatnya semakin marah saja. Sempat terbesit olehku taktik yang terdengar konyol. Mengulangi hal barusan dengan menarik centaur itu kembali ke atas dan memaksanya jatuh lagi. Tapi itu terlihat bodoh karena tentu saja, monster juga bisa mempelajari sesuatu hingga mereka mati. Jadi aku tidak bisa melakukannya dua kali, monster itu pasti menyadarinya.
Tidak lama setelah dia terjatuh, monster itu mulai bangkit kembali. Pixie yang berada di sebelahku bersiul kecil memanggilku di antara gemuruh arus sungai yang cukup deras, aku bisa mendengar siulannya. Aku menoleh. Dia mengisyaratkan aku untuk menyeberangi sungai bersamanya. Entah apa yang direncanakannya aku tidak tahu, aku hanya bisa mengikuti perintah untuk pertarungannya kali ini. Kami berdua melangkah menerjang sungai yang cukup luas itu, kira-kira sekitar lima puluh meter dengan arus yang paling deras ada di tengahnya. Kurasa mustahil untuk menyeberangi sungai ini. Tapi aku ingat jika aku mempunyai skill evasion yang berguna untuk melangkah mundur atau lebih tepatnya teleport beberapa meter, mungkin trik ini bisa mengakali untuk menyeberangi sungai
"Apa kau bisa menyeberangi sungainya?" dia bertanya kepadaku selagi sampai di titik terdalam sungai yang bisa kucapai sebelum tenggelam di langkah berikutnya. Aku berpikir sejenak, mungkin skill itu bisa membantuku mencapai seberang sungai.
"Dunno, bagaimana menurutmu?" aku bertanya balik, walaupun hanya aku sendiri yang mengetahui seberapa jauh kemampuanku.
Dia hanya tersenyum, melihat ke arah sungai dan ke arahku secara bergantian sambil memberikanku balasan dengan ekspresi entah-tapi-mungkin-kau-bisa-melakukannya. Ah, screw this. Aku akan nekat. Lagi pula kalau tidak tidak dicoba, aku tidak akan tahu bisa melakukannya atau tidak.
Aku mengambil kuda-kuda selagi centaur itu terlihat mulai mendekat. Pixie yang berada di sebelahku menahan lenganku, dia akan mengatakan sesuatu kepadaku.
"Ketika kau sampai di sana. Tunggu sinyalku untukmu meng-Graphook dan tarik centaur itu." Graphook, itu adalah sebuah skill dasar Archer untuk memanah menggunakan tali yang tujuannya agar bisa mencapai daerah yang tidak bisa mereka jangkau dengan lompat atau evasion. Aku tidak tahu kalau Graphook bisa digunakan untuk menarik seekor monster, apalagi dengan ukurannya yang seukuran gajah ini—kuat atau tidak?
"Aku nggak yakin bisa menariknya, dilihat dari ukurannya sebesar itu." aku membuat sebuah argumen.
Dia tersenyum kepadaku sambil berjalan ke depan beberapa meter, "Kau mungkin meragukan itu. Tapi, percayalah padaku untuk yang satu ini!" kata-katanya seolah sebuah motivasi untukku. Dia benar. Dia saja bisa menahan kapak sebesar itu hanya dengan dua buah pedang, mengapa aku tidak bisa menarik tubuh raksasa itu?
Setelahnya aku menyeberangi sungai itu. Cukup mengerikan juga, walaupun skill evasionku hanya memiliki cooldown dua detik, itu pun sudah dibantu dengan skill pasif Vasheek yang mengurangi cooldown, tak membuat menyeberangi sungai ini mudah. Aku lompat, setelah mencapai titik tertinggi lompatanku, aku segera menggunakan evasion tiga kali, di akhir pendaratan aku hampir saja hanyut tenggelam terbawa arus karena sempat terpeleset oleh batu-batu sungai yang licin.
Aku segera mencari pijakan di atas batu besar di pinggir sungai, cukup nyaman dan tidak licin, karena batu ini tingginya sekitar satu meter lebih di atas terjangan arus air.
Centaur itu mulai mendekat memasuki air dengan ragu. Si Pixie itu tidak bergeming sedikit pun melihatnya mendekat kepadanya, dia terlihat sangat tenang sekali. Dia mainkan kedua pedangnya yang mengarah ke dasar sungai. Ke depan dan ke belakang, seperti diseret dalam air.
Hingga centaur itu sudah berada empat meter di depannya, dia masih tidak mengubah kuda-kudanya. Aku sesaat khawatir. Aku naikkan busurku, membidik ke arah centaur itu. Charge. Chargeku sudah penuh dan hanya tinggal melepaskan peganganku pada tangan kanan untuk menembaknya.
Pixie dan centaur saling bertatap muka, berlangsung cukup lama. Hingga saat centaur itu mengganti kuda-kudanya, dia melakukan charge untuk mengeluarkan skill.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik.
Centaur itu akhirnya melepaskan charge yang disertai sebuah geraman dan mengeluarkan sebuah skill kecepatan. Aku baru teringat kalau centaur itu adalah demihuman kombinasi antara kuda dengan manusia, tentu saja dia adalah makhluk darat alami dan tidak bisa berenang. Di darat dia bisa berlari dengan kecepatan yang cukup cepat, kalau di air dia tidak akan bisa berbuat banyak. Mungkin itulah mengapa sekarang centaur itu mengeluarkan sebuah skill berlari dan menerjang dengan tanduknya.
Saat centaur akan menerjangnya, secara menakjubkan Pixie itu mengeluarkan sayap. Melompat dan terbang memutari tubuh centaur itu ke belakang. Saat inilah kesempatanku, aku menembakkan anak panahku, tidak dengan Graphook, namun dengan Slow, kuharap ini akan membantunya. Setelah mendarat dan anak panahku mengenainya, disertai munculnya sebuah ikon slow di bawah HP bar centaur itu, dia langsung mengeluarkan chain-skillnya. Kali ini chain-skill yang ia keluarkan lebih hebat dibandingkan yang saat pertama tadi. Tebasannya lebih cepat dan menghasilkan crictical hit. HP centaur itu berkurang cukup drastis kali ini. Centaur itu meraung dengan sangat keras dan berusaha untuk membalikkan tubuhnya namun nihil, efek yang dihasilkan lebih kuat daripada kekuatannya.
Aku menarik busurku lagi, bersiap-siap untuk saat yang tepat menembakkan Graphook ke arahnya. Charge hingga penuh. Centaur itu bahkan belum membalikkan tubuhnya karena efek slow dan dia berada di tengah air.
Tebasan puncaknya berada dalam detik ke tiga puluh, sama seperti habisnya efek slow, dia mengeluarkan skill berputar dan mematahkan ketiga pergelangan kaki centaur itu -crictical hit kecuali satu yang berada di sebelah kanan depan karena meleset. Monster itu rubuh namun masih berusaha untuk berdiri dengan menopang pada tangannya yang menjangkau tanah. Sebuah sinyal darinya terlihat.
Inilah saatnya menembakkan Graphook.
Dash!
Graphook yang kutembakkan tepat menembus dadanya. Bisa kurasakan anak panah itu menembus tulang rusuknya cukup dalam. Sebuah crictical hit tercipta pada organ vital melalui skill ini—skill dasar Archer, setelahnya centaur itu mengalami pengurangan HP secara berkala yang disebut bleeding dalam game ini. Setelah benar-benar tertancap, sebuah tali bersinar tercipta muncul melalui ekor anak panah yang tertancap di dadanya. Itulah Graphook. Langsung berada pada genggaman tanganku, aku langsung menariknya sekuat tenaga. Awalnya centaur itu memberontak dengan melilitkan tangan kirinya pada tali itu lalu menariknya, dan aku hampir saja tertarik olehnya, namun aku tidak mau kalah. Aku melakukan charge pada tali yang sedang kupegang untuk menarik centaur menuju tengah sungai—untuk menenggelamkannya. Itulah rencananya. Aku baru menyadarinya hingga sekarang saat melakukannya
Sambil terus mengeluarkan chain-skillnya, centaur itu mulai kewalahan menghadapi Pixie, ditambah dengan Graphookku, dia terlalu susah untuk fokus kepada dua objek, terutama juga karena dia mengalami bleeding juga, serta airnya. Sebuah combo beruntun yang membuat segala kelemahan centaur terbuka.
Pixie itu hebat, menjadi seorang damage-dealer dengan mengandalkan strategi dan kelebihan untuk menutupi kekurangannya. Dia bisa menjadi seorang Warrior yang unik walaupun dalam jumlah crictical hit dia memang masih kalah damage dibandingkan ras lain seperti Human, Vasheek, atau Nozorian, namun dia bisa menggunakan chain-skillnya secara terus menerus karena skill pasif regenerasi mana milik ras Pixie itu salah satu yang terbaik. Ditambah lagi karena pada dasarnya job Warrior memiliki cooldown yang relatif singkat daripada job-job yang lain.
Setelah sekitar lima belas menit berlalu seperti itu. Akhirnya centaur itu tenggelam ke dalam air saat sisa HPnya tinggal sekitar sepuluh persen. Centaur itu kehabisan tenaga dan pasrah, lalu tenggelam.
Butuh waktu sekitar satu atau dua menit tenggelam untuk menghabiskan sisa nyawa makhluk darat yang tidak bisa berenang itu. Aku melepaskan pegangan Graphookku lalu mengeluarkan anak panah lagi, mencharge dengan singkat lalu menembakkan anak panahku ke dalam tubuh centaur yang tenggelam itu. Menghabiskan sisa nyawanya yang sedikit.
Tubuhnya pecah menjadi bagian-bagian abstrak yang bersinar di dalam air. Sebuah tab baru muncul. Ringkasan apa saja yang kudapatkan dari membunuh makhluk itu. Jumlah Exp yang kudapatkan lumayan besar, bertambah sekitar dua puluh persen, kalau tidak salah jumlahnya hampir setara dengan final boss di raid. Drop itemnya pun juga lumayan. Sebuah item berwarna ungu, aku tidak tahu apa fungsinya, tapi sepertinya penting. Lalu beberapa penambahan exp skill yang tadi kugunakan. Di sini, setiap skill memiliki exp, kalau sering digunakan, efeknya akan bertambah kuat. Skill juga bisa level up. Terakhir, jumlah drop Kal yang cukup besar juga, itu adalah sebutan untuk mata uang universal di VRO.
Sebuah tanda hologram berbentuk hexagonal yang cukup besar terbentuk di langit-langit tempat centaur itu lenyap. Tanda itu bertuliskan 'Congratulations' selama beberapa detik dan digantikan dengan tulisan lain yang bertuliskan 'You're finished the first wave' dengan selang waktu yang sama, tulisan itu berganti lagi. 'Next wave in 30 days'.
Ini berarti akan ada lagi serangan seperti ini dalam tiga puluh hari. Mungkin lebih hebat lagi, karena ini hanya permulaan. Inikah event baru yang dimulai?
Secara tidak sadar aku tersenyum menatap Pixie itu di seberang sungai. Ini menakjubkan. Dia juga tersenyum ke arahku. Semua player dan NPC bersorak. Aku bahkan tidak sadar bahwa mereka semua sudah berkumpul di sana. Bahkan Violet ada di sana, di antara kerumunan yang kulihat.
"Turunlah. Kita akan merayakan kemenangan kita." suara itu terdengar lagi melalui telepathy. Aku segera menyeberang sungai setelahnya.

--

Cari

Labels

Article (1) Cover (1) Final Fantasy IX (5) GameStory (1) How To (2) Jimmy (3) Kita dan Dia (1) Legacy (22) Lyric (28) Movie Review (2) Music (1) Novel (25) Poetry (2) Story Fiction (30) Tips (8) Tutorial (2)