19 May 2015

Legacy - 02.1



(Image: deviantart.net)

---

Legacy © Fariz Azmi

12 Februari 2018.
"Oke, cukup untuk hari ini." sudah dua hari sejak aku meng-GB Violet. Aku masih heran kenapa kita belum bisa logout, padahal ini sudah lewat dua hari dan mereka belum membetulkan bug itu. Hanya saja, baru segilintiran player yang menyadari bug ini mencurigakan, hanya sebagian kecil termasuk aku.

"Baiklah," dia menyelesaikan sebuah mantra untuk membunuh monster terakhir yang baru saja aku tembak, dengan sihirnya dia menciptakan beberapa batu es yang berbentuk runcing, terkadang dia membakarnya dengan api. HP monster itu lenyap dan mati, tak lama kemudian muncul monster lain. Respawn. Pada dasarnya di hidden dungeons ini tidak ada batasan monster yang akan muncul, namun entah kenapa sekarang seperti diberi limit kemunculan monster, itu sedikit menyusahkan kami karena kami harus keluar-masuk saat monster sudah habis. "Ngomong-ngomong, dari mana kamu tahu cara hunting seperti ini? Aku bahkan tidak bisa mendapatkan exp secepat ini dalam dua hari saja." Violet terlihat sedikit lelah memandangku. Kami sudah hunting selama beberapa jam tanpa istirahat.
"Seperti yang kubilang, aku exploring," aku tersenyum sebelum melanjutkan kalimatku "Kamu bisa menuju level 60 dalam beberapa bulan saja kalau kita terus begini. Mungkin satu atau dua bulan. Aku tahu di mana spot hunting dari level awal hingga level 60. Jadi setelah level kita sama, kita bisa hunting bersama-sama," aku menjelaskan panjang "Itu pun kalau kamu mau ikut denganku, kalau tidak, aku juga tidak memaksa." tambahku.
Tiba-tiba saja dia mengubah ekspresi wajahnya saat kulontarkan kalimat terakhirku, manyun. "Tentu saja aku akan ikut denganmu! Kamu dulu pernah bilang kepadaku kalau jangan pernah mempercayai seseorang di dunia maya," ah, memang benar, aku sampai lupa kalau dulu aku pernah bilang itu kepadanya. Sok bijak, eh? Mungkin terlalu munafik. "Lagi pula kamu sudah membantuku," ekspresinya mulai tenang, namun kembali menampakkan wajah sebal lagi "Apa yang membuatmu berkata seperti itu?"
"Ah, aku hanya berpikir..." aku menimbang-nimbang kalimat yang akan kukeluarkan, takutnya dia salah paham "Mungkin saja suatu saat nanti kamu menemukan sebuah guild yang cocok denganmu, atau menemukan seseorang yang bisa kaupercaya, atau mungkin juga bertemu temanmu dari dunia nyata. Jadi aku tidak akan menyesal." ah, kata-kata yang bodoh. Kenapa aku mengucapkan itu?
Lantas dia pun tertawa, aku bahkan tidak mendapat sisi humornya di sini. "Kamu ini, ada-ada saja!" kemudian dia berjalan kembali menuju pintu masuk dungeon, aku mengikutinya di belakang, ini berarti kami berdua menyudahi perburuan hari ini.
Kami berjalan keluar dari hidden dungeon ini dengan sembunyi-sembunyi. Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Karena hidden dungeon itu bagaikan harta karun bagimu jika kau adalah seorang bajak laut. Hanya kau saja yang boleh mengetahui lokasinya, ‘kan? Seperti itulah. Hidden dungeon yang kami tempati tidak terlalu jauh dari kota kecil yang bernama Whitehorse di Kanada. Dan sesuai dengan nama kotanya, makhluk di sini kebanyakan berbentuk kuda, atau berwarna putih, hampir menyerupai musimnya yang hampir sepanjang tahun musim dingin.
"Hey, Blue." suara Violet kembali terdengar setelah beberapa saat kami keluar dari dungeon itu.
"Hmm?" aku membalas malas panggilannya sambil terus melihat-lihat beberapa item baru hasil berburu tadi. Tak ada item yang menarik, hanya item biasa. Paling bagus hanya item berwarna oranye.
"Menurutmu kapan mereka akan memperbaikinya?"
"Apa?"
"Ayolah, kamu tahu apa yang kumaksud." suaranya terdengar seperti akan tertawa, kini jalannya berayun lagi.
"Hmm. Aku tidak tahu, kalau dipikir, mereka pasti akan segera tahu kalau ada sesuatu yang salah telah terjadi, jadi mereka akan memperbaikinya," aku masih berkutat dengan kegiatanku "Maksudku, mereka pasti mempunyai history pemain-pemain yang login dan logout, dan bukankah itu aneh kalau tidak ada pemain yang logout selama dua hari. Bayangkan saja ada beberapa juta pemain yang terhubung selama dua hari secara bersamaan. Tidak mungkin ‘kan kalau mereka semua kenal satu sama lain untuk login selama dua hari."
"Itu masuk akal juga."
"Ayolah, ini terlalu mencurigakan. Kamu tahu itu."
Kemudian dia berhenti berjalan, begitu juga aku. Ia menoleh ke belakang dan memandangku, tatapannya tidak bisa kumengerti. Namun kemudian berubah saat itu juga. Aku masih tidak mengerti.
"So tell me, kenapa kamu nggak bergabung dengan guild?" dia tiba-tiba saja mengubah topik pembicaraannya ketika itu juga. Kurasa ada yang dia sembunyikan. Tapi, ah, itu pasti bukan urusanku, mungkin dia mempunyai janji atau pekerjaan, atau mungkin juga kekasih.
"Pernah."
"Yeah?"
"Guild kecil yang diberi nama Seventh Heaven. Wakilnya adalah sahabatku di dunia nyata," aku kembali mengingat-ingat kapan aku terakhir bertemu dengan sahabatku itu, Casey nicknamenya. Kurasa sudah dua tahun semenjak aku pensiun dari game ini dan fokus terhadap studiku. Tidak mempunyai waktu untuk berkunjung ke kota kelahiranku. Oh, aku rindu sekali dengan sahabat-sahabatku, hanya Casey sajalah yang gamer seperti aku, dan dia tidak bisa dengan mudah berhenti bermain. Dia pintar, kok.
"Sahabat?" dia melanjutkan.
"Ya, aku mengenalnya sejak junior school. Gamer sepertiku." aku menjelaskan kepadanya.
"Kapan kalian terakhir kali bertemu?"
"Sekitar dua tahun lalu, sejak aku hiatus."
Dia berjalan lagi melanjutkan "Kalau secara langsung?"
Aku berpikir sejenak, kapan ya? "Hmm. Tepat sebelum kami bermain VRO."
"Ah, aku tahu," dia tersenyum dibalik sinar siluet yang menutupinya, aku mengetahuinya dari lekukan pipinya. "Itu seperti skenario drama, Blue." dia terkekeh.
Aku sendiri ikut tertawa karena perkataannya, "Kenapa?"
"Kamu berhenti menemuinya secara langsung karena kamu sudah bertemu dengannya dalam permainan." dia tertawa lagi.
"Kamu mengatakannya seolah kami berdua adalah gay, kau tahu itu?" tawanya lepas setelah mendengar perkataanku barusan, itu memang apa yang ada di pikiranku saat ini.
"Tapi itu benar, ‘kan?" tawanya mereda setelah itu. Aku hanya mengangguk menyetujui pertanyaannya. "Kamu ini lucu, tahu nggak?"
"Yeah, whatever." sekarang ganti aku yang manyun.
"Oh, ayolah! Lalu, yang dikatakan temanmu, Walnut, tentang Rainbow, apa itu?" dia tersenyum, senyumnya benar-benar bisa mendapatkan perhatianku. Dia memperlambat jalannya dan berjalan bersebelahan denganku.
"Itu..." aku menimbang-nimbang lagi perkataan yang akan kuucapkan kepadanya, "Mungkin itu alasan kenapa aku tidak bergabung dengan guild."
"Kenapa? Memangnya apa itu Rainbow?" dia melanjutkan, semakin penasaran tentang Rainbow.
"Aku dulu mempunyai party. Party itu beranggotakan empat orang termasuk aku."
"Tunggu-tunggu-tunggu, biar kutebak," dia berpikir sejenak sambil menempelkan telunjuknya di pelipis kiri. "Mereka semua bernickname warna?"
"Tepat, tapi itu hanya sebuah kebetulan." dia selalu bisa menebak sesuatu dengan sangat mudah, itulah mengapa aku kagum dengannya, hingga sekarang, aku masih mengaguminya, secara diam-diam.
"Lalu, apa yang istimewa dengan party itu?"
"Hmm." aku berpikir sejenak "Tidak ada."
"Lalu?"
"Rainbow hanya sebuah party biasa yang anggotanya suka menyelesaikan raid-raid sulit."
"Tunggu. Raid kamu bilang?" dia nampak terkejut. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. "Bukankah itu sangat sulit? Dan kalian menyelesaikannya hanya berempat?" dia terlihat semakin tidak percaya dengan apa yang dia sendiri pikirkan.
"Aku tahu itu terlihat mustahil," aku berhenti berjalan begitu juga dengan Violet, memegang kedua pundaknya "Tapi buktinya kami bisa. Tentu saja kami tidak nge­cheat atau ngebug. Itu semua murni." aku melanjutkan jalanku, Violet tertinggal sedikit beberapa meter namun dia kembali menyusul langkahku dan berjalan bersebelahan lagi.
"Keren."
"Eh?" aku menoleh ke arahnya, aku memandangnya tersenyum takjub. "Kami menghindari untuk mendirikan sebuah guild memang karena antisipasi hal itu."
"Oh, aku tahu, hanya nama guild saja yang tercatat dalam history penyelesaian raid. Jadi kalian tidak membuat hal semakin rumit dengan mendirikan sebuah guild yang beranggotakan empat orang saja." dia benar-benar bisa mengerti ke mana arah pembicaraan berlangsung dan menganalisanya dengan cepat.
"Tepat sekali!"
"Mmm, rupanya kamu lebih hebat dibandingkan perkiraanku, ya." dia tersenyum jahil lagi lalu berlari, aku tahu itu sebuah ejekan untukku.
"Memangnya kamu mengira aku seperti apa?" aku mengejarnya kemudian. Kami memasuki kota kecil setelah itu. Istirahat.

--

Cari

Labels

Article (1) Cover (1) Final Fantasy IX (5) GameStory (1) How To (2) Jimmy (3) Kita dan Dia (1) Legacy (22) Lyric (28) Movie Review (2) Music (1) Novel (25) Poetry (2) Story Fiction (30) Tips (8) Tutorial (2)