(Image: deviantart.net)
---
Legacy © Fariz Azmi
"Oke,
cukup untuk hari ini." sudah dua hari sejak aku meng-GB Violet. Aku masih heran kenapa kita belum bisa logout, padahal ini sudah lewat dua hari
dan mereka belum membetulkan bug itu.
Hanya saja, baru segilintiran player
yang menyadari bug ini mencurigakan, hanya
sebagian kecil termasuk aku.
"Baiklah,"
dia menyelesaikan sebuah mantra untuk membunuh monster terakhir yang baru saja aku tembak, dengan sihirnya dia
menciptakan beberapa batu es yang berbentuk runcing, terkadang dia membakarnya
dengan api. HP monster itu lenyap dan mati, tak lama kemudian muncul monster lain.
Respawn. Pada dasarnya di hidden dungeons ini tidak ada batasan
monster yang akan muncul, namun entah kenapa sekarang seperti diberi limit kemunculan monster, itu sedikit menyusahkan kami karena kami harus
keluar-masuk saat monster sudah
habis. "Ngomong-ngomong, dari mana kamu tahu cara hunting seperti ini? Aku bahkan tidak
bisa mendapatkan exp secepat ini
dalam dua hari saja." Violet terlihat sedikit lelah memandangku. Kami
sudah hunting selama beberapa jam
tanpa istirahat.
"Seperti
yang kubilang, aku exploring,"
aku tersenyum sebelum melanjutkan kalimatku "Kamu bisa menuju level 60 dalam beberapa bulan saja kalau
kita terus begini. Mungkin satu atau dua bulan. Aku tahu di mana spot hunting dari level awal hingga level
60. Jadi setelah level kita sama,
kita bisa hunting bersama-sama,"
aku menjelaskan panjang "Itu pun kalau kamu mau ikut denganku, kalau
tidak, aku juga tidak memaksa." tambahku.
Tiba-tiba
saja dia mengubah ekspresi wajahnya saat kulontarkan kalimat terakhirku, manyun. "Tentu saja aku akan ikut
denganmu! Kamu dulu pernah bilang kepadaku kalau jangan pernah mempercayai
seseorang di dunia maya," ah, memang benar, aku sampai lupa kalau dulu aku
pernah bilang itu kepadanya. Sok bijak, eh? Mungkin terlalu munafik. "Lagi
pula kamu sudah membantuku," ekspresinya mulai tenang, namun kembali
menampakkan wajah sebal lagi "Apa yang membuatmu berkata seperti
itu?"
"Ah,
aku hanya berpikir..." aku menimbang-nimbang kalimat yang akan
kukeluarkan, takutnya dia salah paham "Mungkin saja suatu saat nanti kamu
menemukan sebuah guild yang cocok
denganmu, atau menemukan seseorang yang bisa kaupercaya, atau mungkin juga
bertemu temanmu dari dunia nyata. Jadi aku tidak akan menyesal." ah,
kata-kata yang bodoh. Kenapa aku mengucapkan itu?
Lantas
dia pun tertawa, aku bahkan tidak mendapat sisi humornya di sini. "Kamu
ini, ada-ada saja!" kemudian dia berjalan kembali menuju pintu masuk dungeon, aku mengikutinya di belakang,
ini berarti kami berdua menyudahi perburuan hari ini.
Kami
berjalan keluar dari hidden dungeon
ini dengan sembunyi-sembunyi. Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Karena hidden dungeon itu bagaikan harta karun
bagimu jika kau adalah seorang bajak laut. Hanya kau saja yang boleh mengetahui
lokasinya, ‘kan? Seperti itulah. Hidden
dungeon yang kami tempati tidak terlalu jauh dari kota kecil yang bernama
Whitehorse di Kanada. Dan sesuai dengan nama kotanya, makhluk di sini
kebanyakan berbentuk kuda, atau berwarna putih, hampir menyerupai musimnya yang
hampir sepanjang tahun musim dingin.
"Hey,
Blue." suara Violet kembali terdengar setelah beberapa saat kami keluar
dari dungeon itu.
"Hmm?"
aku membalas malas panggilannya sambil terus melihat-lihat beberapa item baru hasil berburu tadi. Tak ada item yang menarik, hanya item biasa. Paling bagus hanya item berwarna oranye.
"Menurutmu
kapan mereka akan memperbaikinya?"
"Apa?"
"Ayolah,
kamu tahu apa yang kumaksud." suaranya terdengar seperti akan tertawa,
kini jalannya berayun lagi.
"Hmm.
Aku tidak tahu, kalau dipikir, mereka pasti akan segera tahu kalau ada sesuatu
yang salah telah terjadi, jadi mereka akan memperbaikinya," aku masih
berkutat dengan kegiatanku "Maksudku, mereka pasti mempunyai history pemain-pemain yang login dan logout, dan bukankah itu aneh kalau tidak ada pemain yang logout selama dua hari. Bayangkan saja
ada beberapa juta pemain yang terhubung selama dua hari secara bersamaan. Tidak
mungkin ‘kan kalau mereka semua kenal satu sama lain untuk login selama dua hari."
"Itu
masuk akal juga."
"Ayolah,
ini terlalu mencurigakan. Kamu tahu itu."
Kemudian
dia berhenti berjalan, begitu juga aku. Ia menoleh ke belakang dan memandangku,
tatapannya tidak bisa kumengerti. Namun kemudian berubah saat itu juga. Aku
masih tidak mengerti.
"So tell me, kenapa kamu nggak bergabung dengan guild?" dia tiba-tiba saja mengubah topik pembicaraannya
ketika itu juga. Kurasa ada yang dia sembunyikan. Tapi, ah, itu pasti bukan
urusanku, mungkin dia mempunyai janji atau pekerjaan, atau mungkin juga
kekasih.
"Pernah."
"Yeah?"
"Guild kecil yang diberi nama Seventh
Heaven. Wakilnya adalah sahabatku di dunia nyata," aku kembali
mengingat-ingat kapan aku terakhir bertemu dengan sahabatku itu, Casey nicknamenya. Kurasa sudah dua tahun
semenjak aku pensiun dari game ini dan
fokus terhadap studiku. Tidak mempunyai waktu untuk berkunjung ke kota
kelahiranku. Oh, aku rindu sekali dengan sahabat-sahabatku, hanya Casey sajalah
yang gamer seperti aku, dan dia tidak
bisa dengan mudah berhenti bermain. Dia pintar, kok.
"Sahabat?"
dia melanjutkan.
"Ya,
aku mengenalnya sejak junior school. Gamer sepertiku." aku menjelaskan
kepadanya.
"Kapan
kalian terakhir kali bertemu?"
"Sekitar
dua tahun lalu, sejak aku hiatus."
Dia
berjalan lagi melanjutkan "Kalau secara langsung?"
Aku
berpikir sejenak, kapan ya? "Hmm. Tepat sebelum kami bermain VRO."
"Ah,
aku tahu," dia tersenyum dibalik sinar siluet yang menutupinya, aku
mengetahuinya dari lekukan pipinya. "Itu seperti skenario drama, Blue."
dia terkekeh.
Aku
sendiri ikut tertawa karena perkataannya, "Kenapa?"
"Kamu
berhenti menemuinya secara langsung karena kamu sudah bertemu dengannya dalam
permainan." dia tertawa lagi.
"Kamu
mengatakannya seolah kami berdua adalah gay,
kau tahu itu?" tawanya lepas setelah mendengar perkataanku barusan, itu
memang apa yang ada di pikiranku saat ini.
"Tapi
itu benar, ‘kan?" tawanya mereda setelah itu. Aku hanya mengangguk
menyetujui pertanyaannya. "Kamu ini lucu, tahu nggak?"
"Yeah, whatever." sekarang ganti aku
yang manyun.
"Oh,
ayolah! Lalu, yang dikatakan temanmu, Walnut, tentang Rainbow, apa itu?"
dia tersenyum, senyumnya benar-benar bisa mendapatkan perhatianku. Dia
memperlambat jalannya dan berjalan bersebelahan denganku.
"Itu..."
aku menimbang-nimbang lagi perkataan yang akan kuucapkan kepadanya,
"Mungkin itu alasan kenapa aku tidak bergabung dengan guild."
"Kenapa?
Memangnya apa itu Rainbow?" dia melanjutkan, semakin penasaran tentang Rainbow.
"Aku
dulu mempunyai party. Party itu beranggotakan empat orang
termasuk aku."
"Tunggu-tunggu-tunggu,
biar kutebak," dia berpikir sejenak sambil menempelkan telunjuknya di
pelipis kiri. "Mereka semua bernickname
warna?"
"Tepat,
tapi itu hanya sebuah kebetulan." dia selalu bisa menebak sesuatu dengan
sangat mudah, itulah mengapa aku kagum dengannya, hingga sekarang, aku masih
mengaguminya, secara diam-diam.
"Lalu,
apa yang istimewa dengan party
itu?"
"Hmm."
aku berpikir sejenak "Tidak ada."
"Lalu?"
"Rainbow
hanya sebuah party biasa yang
anggotanya suka menyelesaikan raid-raid
sulit."
"Tunggu.
Raid kamu bilang?" dia nampak
terkejut. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. "Bukankah itu sangat
sulit? Dan kalian menyelesaikannya hanya berempat?" dia terlihat semakin
tidak percaya dengan apa yang dia sendiri pikirkan.
"Aku
tahu itu terlihat mustahil," aku berhenti berjalan begitu juga dengan
Violet, memegang kedua pundaknya "Tapi buktinya kami bisa. Tentu saja kami
tidak ngecheat atau ngebug. Itu semua murni." aku
melanjutkan jalanku, Violet tertinggal sedikit beberapa meter namun dia kembali
menyusul langkahku dan berjalan bersebelahan lagi.
"Keren."
"Eh?"
aku menoleh ke arahnya, aku memandangnya tersenyum takjub. "Kami
menghindari untuk mendirikan sebuah guild
memang karena antisipasi hal itu."
"Oh,
aku tahu, hanya nama guild saja yang
tercatat dalam history penyelesaian raid. Jadi kalian tidak membuat hal
semakin rumit dengan mendirikan sebuah guild
yang beranggotakan empat orang saja." dia benar-benar bisa mengerti ke
mana arah pembicaraan berlangsung dan menganalisanya dengan cepat.
"Tepat
sekali!"
"Mmm,
rupanya kamu lebih hebat dibandingkan perkiraanku, ya." dia tersenyum
jahil lagi lalu berlari, aku tahu itu sebuah ejekan untukku.
"Memangnya
kamu mengira aku seperti apa?" aku mengejarnya kemudian. Kami memasuki kota
kecil setelah itu. Istirahat.
--