(Image: desktopwallpapers4.me)
---
Legacy © Fariz Azmi
"Kembali!"
perintah Avery seketika melihat boss di
sebuah ruangan di dalam dungeon itu.
Ini sudah tiga jam lebih kami berada di dalam dungeon. Bisa dibilang susah karena kami tidak mempunyai banyak
informasi terhadap apa yang kami hadapi.
"Ada
ap—“
"—shh!"
Avery membungkam mulut Foxx dengan lengannya dibalik perisai yang ia pegang.
Untung saja boss itu tidak menyadari
keberadaan kami.
Ini
adalah pertarungan penentuan untuk kami berlima. Fokusku semakin berhambur
sekarang, susah kukumpulkan lagi.
"Cello!"
ucap Avery pada Cello yang sekejap mata sudah menghilang, itu sebuah perintah
untuknya.
Avery
kemudian berjalan pelan menuju di mana boss
itu berada, Foxx bersembunyi dibalik tubuh besar Avery, sedangkan aku dan
Arianne masih terdiam mengintip dari bebatuan yang menutupi kami. Menunggu
sebuah perintah, itulah pekerjaanku saat ini.
Meskipun
aggro yang dimiliki Avery cukup
besar, itu belum cukup untuk menarik perhatian monster berbentuk elang dengan sambaran-sambaran petir di
sekelilingnya.
Level 110. Itu level yang cukup tinggi untuk boss. Ada perbedaan tingkatan class antara boss di dungeon, raid, dan world.
"Blue!"
Avery memanggil setelah ia mengeluarkan provoke.
Kukeluarkan anak panahku dan melepasnya dengan efek slow. Namun tidak mempan -tidak, petir itu menghalau anak panahku.
Dengan segera monster yang mempunyai
nama Storm Orion itu menatap Avery
dengan sepasang mata berwarna merah darah yang ia miliki. Mengibaskan sepasang
sayap yang ia rentangkan. Kekuatan kibasan itu cukup membuat Foxx terhempas
ketika ia berusaha menebas monster
itu dengan pedang raksasanya yang berjenis claymore.
Ia
terhempas beberapa meter, begitu pula dengan pedangnya. Namun berbeda dengan
Avery, ia masih cukup kuat untuk menahan hempasannya, hanya bergeser sedikit
dari tempatnya menahan.
Arianne
akan bertindak dengan skill
penyembuhannya, ia akan melambaikan tongkat yang ia pegang dan itu ditujukan
pada Foxx yang tadinya terhempas, mengurangi jumlah HPnya secara signifikan, bahkan kurasa terlalu kuat. Aku menahan
Arianne, jika ia melakukan penyembuhan padanya, itu akan membuat perhatian
Storm Orion teralihkan kepadanya.
Avery
maju menuju monster itu, Foxx masih
berusaha berdiri dan mengambil pedangnya. Yang kulihat saat ini, ia hanya
tersenyum sambil menatap Storm Orion.
Setelah
genap membenarkan posisinya, Foxx mengambil pedang yang ia jatuhkan tadi.
Berjalan menuju Storm Orion sambil menyeret pedangnya, lalu berlari dengan
kecepatan yang dimilikinya.
Bodoh,
ia akan kalah terlebih dahulu jika menyerangnya sekarang, terlebih tanpa bantuan
atau pengalihan.
Aku
lari menuju arahnya, menembakkan panah-panahku sebisanya agar ia tidak
menyerang Foxx. Beberapa chain-skill
yang kukeluarkan bahkan hampir tidak memberi efek yang terlihat. Ini
benar-benar susah, terlebih dengan fokus yang tidak penuh seperti ini.
"Foxx!"
aku berteriak padanya, ia bahkan tidak menghiraukan, dapat kulihat Avery tidak
percaya melihat Foxx bertindak seperti itu, dan yah, walaupun Foxx memang sudah
sering mengabaikan perintah, kukira yang satu ini benar-benar diluar batas
toleransi. Bukankah mereka semua ingin memenangkan kompetisi perdana mereka?
"Hei
Foxx!" Avery berteriak kepada Foxx, namun tak dihiraukannya. Ia maju
berlari ke arah elang itu, berusaha menghalau atau mendahului Foxx.
Foxx
mengeluarkan chain-skillnya yang
berupa kilatan-kilatan api. Tak mempan. Sangat tidak beruntung kalau tidak ada
satu pun di antara kita yang menyukai elemen tanah, karena itu bisa menjadi
senjata untuk melawan elemen petirnya.
"Tanah!"
teriakku, seharusnya aku mengatakan ini dari tadi.
"Apa?" Avery menoleh setelah mendengar teriakanku.
"Tanah!
Elemen tanah!" teriakku mengulangi. Yang aku ingat saat ini hanya diriku
sendirilah yang mempunyai senjata berelemen tanah. Aku mengganti senjataku
bahkan masih sambil berlari. Senjata itu tidak terlalu bagus karena aku
persiapkan hanya untuk cadangan saja, bahkan statnya jauh di bawah senjata utama yang biasa kugunakan. Namun,
inilah satu-satunya senjata yang efektif untuk melawannya.
Sebuah
serangan beruntun dari Avery sembari menghalangi burung elang itu, beberapa
kali ia terkena cakaran kakinya namun juga berhasil ditepis dengan perisainya
beberapa kali. Dia terlihat sangat bagus, namun belum sebagus itu untuk dapat
mengalahkannya sendirian.
Bergantian,
aku, Avery dan Foxx menyerangnya, Arianne tetap menjaga di belakang
menyembuhkan masing-masing dari kami yang membutuhkan. Cello bahkan belum
terlihat lagi sejak tadi, apa dia masih terlalu sibuk?
Walaupun
damage yang ditimbulkan dengan
serangan gabungan kami tidak terlalu berpengaruh, itu tidak menyurutkan
semangat mereka. Cello kembali beberapa saat setelah itu, jebakan yang ia
pasang tepat di belakang elang itu, tempat kami menyudutkannya. Sebenarnya
tidak terlalu susah untuk melakukan serangan, hanya saja elang itu kerap kali
terbang ke sana-kemari.
Setelah
beberapa kali menggunakan provoke, barulah elang itu baru bisa
menggapai Avery untuk jatuh dalam jebakan yang Cello buat. Beberapa jebakan
rantai, bom, dan sebagainya yang tidak bisa kusebutkan saat elang itu menginjak
dengan tepat jebakan berantainya.
Kombinasi-kombinasi terjadi, seperti kembang api yang sedang meledak di udara.
Itu
semua masih tidak cukup. Aku membuat sebuah keputusan untuk melakukan beberapa
tindakan agar mempercepat pertarungan ini, meski berisiko, aku akan
mengambilnya.
Aku
maju beberapa langkah, ada satu skill
yang muncul, satu skill yang belum
pernah kugunakan, walau aku tahu skill
itu mempunyai damage yang menggiurkan
namun ada beberapa hal yang membuatku tidak pernah menggunakannya, efek.
Efek
dari skill ini cukup mengerikan jika
tidak digunakan disituasi seperti ini, karena kau akan lumpuh sementara, temporary, sekitar satu menit. Namun
kukira itu sepadan dengan damage yang
akan dihasilkan setelah efek kombinasinya, dapat melebihi chain-skill terbaikku. Terlebih dengan kombinasi elemen yang bisa
kuhasilkan nanti. Kau tahu, skill ini
bahkan memerlukan jarak yang cukup dekat agar akurasinya tepat.
"Mundur!"
aku memerintahkan Foxx untuk mundur dengan tambahan isyarat tangan. Ia terlihat
tidak mengerti, namun ia mundur. "Avery, beri aku sedikit bantuan."
"Katakan
saja kalau kau punya rencana yang lebih bagus dari ini."
"Confuse."
"Hah?"
"Ini
mungkin akan menjadi satu-satunya cara untuk mengalahkannya."
"Kau
serius? Bar HPnya bahkan masih di
atas 90%." aku hanya tersenyum melihat keraguannya.
"Dan
Avery, ganti senjatamu dengan yang berelemen air."
Satu-satunya
cara untuk dapat mendekatinya hanyalah dengan cara itu, setidaknya hanya itu
yang kutahu. Rencana sederhana ini mungkin hanya akan berhasil dengan
ketepatan.
"Arianne,
aku butuh penyembuhanmu setelah aba-aba dariku," sebuah anggukan langsung
darinya, aku tahu dia tidak akan banyak bertanya. "Cello, keep your distraction."
"Got it!"
"Terakhir,
Foxx, kali ini tolong ikuti perintahku." aku sangat berharap pada Foxx
kali ini. Aku tidak perlu menyuruh Foxx untuk mengubah senjatanya karena dia
sekarang sudah menggunakan senjata dengan elemen fisik.
"Baiklah."
jawab Foxx, ia mundur beberapa langkah di belakangku. Di depan, Avery sedang
berusaha mendekati elang raksasa itu.
Aku
harus mendapat momentum kali ini. Sangat susah untuk berfokus pada waktu kali
ini jika ada pikiran lain yang terus membayangiku setiap saat.
Beberapa
gerakan unik dari Avery untuk menghindari dan bertahan dari serangan elang
raksasa itu. Setelah ia cukup dekat elang itu, aku segera mendekati Avery.
Cello masih sibuk dengan elang itu juga.
Tepat
ketika elang itu mengubah arah, serangan tiba-tiba dari Cello mengejutkan elang
itu tepat di atas kepalanya, rubuh, kini Avery mencoba menaiki elang itu.
Melalui sayapnya, dengan sedikit susah payah, ia berhasil meraih pundak elang
itu.
Sebuah
pukulan telak di kepala elang itu dengan perisai yang dipegang oleh Avery. Confuse.
Kini
giliranku mendekat selagi efek confuse
itu masih ada. Beberapa meter aku di depan elang itu, aku mengaktifkan skill yang bernama Close Call. Dengan beberapa gerakan otomatis, beberapa anak panah
terambil, gerakan ini bahkan sedikit aneh, tidak menggunakan panah itu, anak
panah ini kupegang, kulempar seperti pisau, gerakan super kilat ketika aku menembakkan satu anak panah lain dengan
panahku. Panah yang kutembakkan justru seperti memberi dorongan lain kepada
panah yang kulempar tadi. Efek elemen tanah tercipta dan mengenai crictical spot elang itu.
Tanah
mengelilinginya. Aku membeku tidak bisa bergerak.
"Avery,
sekarang!"
Sebuah
skill dari Avery.
Efek
air yang tercipta menyatu dengan tanah. Avery melompat dari elang itu, melempar
tombaknya, sebuah gerakan dari tangannya berupa genggaman pada angin. Air dan
tanah yang di kombinasi itu berubah mengeras.
"Foxx!"
Sebuah
pergantian cepat dari Avery untuk Foxx. Ia mengeluarkan salah satu skill terhebatnya. Skill itu secara ajaib mengubah pedang claymorenya menjadi pedang hologram yang besar. Dengan berlari dan
sebuah lompatan besar di ujung sana, Foxx menghempaskan pedangnya dengan
kekuatan penuh tepat ke arah tanah yang membeku di sekeliling elang itu.
Tanah
yang membeku itu terpecah setelah hempasan pedang Foxx mengenainya. Seperti
yang kuharapkan, damage yang
dihasilkan cukup signifikan, mungkin bahkan itu adalah damage terbesar yang pernah kuciptakan, setidaknya dari campur
tanganku.
Setiap
pecahan tanah yang terpecah menghasilkan damage
sendiri, dan, kau bahkan tidak akan dapat menghitung pecahan-pecahannya.
Kombinasi dari tiga skill yang aku
sendiri bahkan tidak yakin bahwa itu bisa terjadi.
Sekitar
25% lagi. Sebanyak itu HP yang
tersisa dari elang raksasa yang sekarang berada tepat di hadapanku.
Hal
yang tidak terduga adalah ketika elang itu mengubah gaya bertarungnya. Terlihat
sangat marah, ia menghempasku dengan kepakan sayapnya. Aku masih membeku ketika
terhempas beberapa meter, HPku turun
secara drastis, Arianne berusaha maju untuk menyembuhkanku, namun telat, HPku mencapai angka satu terlebih dahulu
dengan serangan beruntun dari elang itu. Aku dipindahkan secara otomatis ke
luar raid.
--