21 May 2015

Legacy - 02.5

(Image: parablevisions.com)

---

Legacy © Fariz Azmi


13 Februari 2018
Bangun.
Seolah dunia terbangun dengan keadaan kacau.
Semua orang panik.
Aku membuka mata. Hari sudah pagi. Suara. Aku bisa mendengar suara jerit dan tangis. Mereka semua juga mengalaminya. Seperti yang dia katakan. Yang mengaku dirinya sebagai Tuhan di dunia ini.
Aku bangun dari tempat tidurku yang sudah berantakan. Melangkah gontai menuju pintu depan.
Tak banyak yang bisa kusaksikan sekarang. Semua kegembiraan malam itu sirna begitu saja. Seperti ditelan bumi. Aku bingung. Tersesat. Hilang. Semua player berlarian ke sana kemari. Mencari perlindungan, mungkin. Aku tidak bisa berpikir dengan jernih. Pikiranku serasa diaduk-aduk.
Aku harus pergi dari sini.

"..."
Bingung, dalam amarah aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku mendongak ke atas. Langit tiba-tiba berubah warna menjadi merah. Merah darah. Seperti system fail. Semuanya menjadi gelap begitu saja, gelap berwarna merah darah. Ini mengerikan.
Semua orang terhenti begitu saja. Tidak satu pun dari mereka yang bergerak. Entah kenapa, aku juga tidak bisa bergerak. Apa mereka memberi force limitation pada gerakan untuk sebuah pengumuman?
Benda-benda berbentuk hexagonal muncul melayang di langit. Yang pertama, dan yang lain mengikutinya. Terdapat sebuah kata yang berbeda-beda di setiap benda itu.
Lalu tiba-tiba muncul suara berdengung di telingaku—di telinga kami semua, player. Suara itu suara yang kukenal dalam mimpi. Tuhan itu. Tidak, dia bukan Tuhan, dia tidak lebih busuk daripada sampah.
Seperti yang kalian alami, itu semua bukan khayalan kalian. Aku datang di dalam pikiran kalian, every single one of you.
Kata-katanya tidak terlalu jelas, lebih terdengar seperti sebuah suara kaset radio. Ini bukan sebuah pengumuman. Ini sebuah ancaman, sekaligus sebuah penghancur mental orang yang takut akan kematian.
Aku tahu. Mungkin kalian semua takut -tapi, tak perlu takut. Nyawa kalian ada pada tangan kalian sendiri. Jika kalian mati di dunia ini. Anggap saja kalian mendapatkan sebuah bonus kematian juga untuk nyawa kalian di dunia nyata.
Brengsek! Dia benar-benar brengsek. Leluconnya tidak lucu! Aku bahkan tidak bisa bergerak. Hanya dapat memutar mata, melihat player­-player di sekelilingku yang juga membeku—sama sepertiku. Mereka pasti dalam ketakutan mereka yang terdalam. Aku pun juga begitu. Namun aku menganggap ini tak lebih daripada sekedar omong kosong.
Happy hunting, adventurer!
Suaranya lenyap. Tubuhku bisa bergerak lagi.
Beberapa player terlihat histeris, raut wajahnya tidak bisa kuartikan secara jelas.
"Ini hanya bercanda, 'kan?!"
"Katakan pada kita ini hanya sebuah candaan!"
"Keluarkan aku dari sini!"
"Ini gila!"
Mereka semua panik. Ocehannya bahkan tidak akan didengar oleh dia yang mengaku sebagai Tuhan. Aku sendiri bahkan tidak bisa berpikir. Apa yang akan kulakukan setelah ini? Ke mana tujuanku? Apakah aku akan terjebak selamanya di sini?
Untuk sekarang, mungkin pilihan yang paling bijaksana adalah berdiam diri di wilayah aman. Atau bisa dengan memperkuat diri, leveling. Kedua pilihan itu sama-sama memiliki kekurangan. Kalau aku harus memperkuat diri dengan hunting, tapi aku tidak bisa sendirian. Terlalu beresiko. Minimal aku harus mempunyai seorang Conjurer atau Priest sebagai healer dan support.
Tapi, di mana aku bisa mendapat party seperti itu? Aku saja bahkan tidak mempunyai teman di sini. Aku harus bisa berpikir!
Dengan jalan yang masih gontai, aku pergi. Meninggalkan mereka semua. Satu-satunya pilihanku adalah memperkuat diri. Sendiri ataupun dengan party.
Untuk sekarang, mungkin di sini adalah kehidupan nyataku, dunia nyataku. Entah sampai kapan, ini akan berlangsung.

--

Cari

Labels

Article (1) Cover (1) Final Fantasy IX (5) GameStory (1) How To (2) Jimmy (3) Kita dan Dia (1) Legacy (22) Lyric (28) Movie Review (2) Music (1) Novel (25) Poetry (2) Story Fiction (30) Tips (8) Tutorial (2)